Analisis Komparatif Platform Politik Amerika Serikat dan China


People’s Republic of China dan USA. Kedua negara ini merupakan beberapa yang paling menonjol dan sedang berada pada masa kejayaanya. Kendati demikian, interaksi kedua negara lebih berupa kompetisi yang cenderung mengarah ke konflik. Hal ini bisa dilihat dari pertentangan kebijakan-kebijakan luar negeri yang dikeluarkan serta sikap konfrontatif pada beberapa kesempatan seperti kasus Laut Cina selatan misalnya. Kedua negara ini mulai kerap dinyatakan sebagai dua kekuatan utama dunia, seperti AS & USSR pada masa perang dingin. Berikut ini adalah platform kebijakan-kebijakan luar negeri yang dikeluarkan kedua negara untuk menaungi filosofi dan kepentingan nasionalnya. Secara umum berbagai arah kebijakan luar negri Amerika Serikat di tujuan nasionalnya yaitu :

–          Memantapkan diri di dunia sebagai polisi dunia

–          Dominasi sumber daya alam

–          Orientasi ekonomi

–          Penyebaran ideology liberalism dan demokrasi

–          Keamanan nasional dan pemberantasan terrorisme, dan

–          Mewujudkan tatanan dunia baru.

Dalam format politik internasional Amerika Serikat terdapat dua pilar paling mengemuka yang dijadikan kebijakan pokok negara adidaya itu adalah demokratisasi (termasuk HAM) dan liberalisme ekonomi dunia.

Sementara PRC atau RRC, pada tahun 2007, melalui Jurubicara Menteri Luar Negrinya, Qin Gang menyampaikan pernyataannya atas Delapan (8) poin filosofi diplomatik People’s Republic of China yang dikuti dari Washington Times[1] (2007) :

  • 1.      China will not seek hegemony. China is still a developing country and has no resources to seek hegemony. Even if China becomes a developed country, it will not seek hegemony.
  • 2.      China will not play power politics and will not interfere with other countries’ internal affairs. China will not impose its own ideology on other countries.

Berbeda dengan USA yang berupaya menyebarkan ideologi Liberal lewat demokrasinya untuk menjamin Hak Azasi Manusia secara universal. PRC menganggap bahwa Ideology adalah suatu hal yang vital dalam keamanan negara dan sebaiknya hanya diurus oleh pihak-pihak yang berdaulat atas wilayahnya. Bukan negara lain

  • 3.      China maintains all countries, big or small, should be treated equally and respect each other. All affairs should be consulted and resolved by all countries on the basis of equal participation. No country should bully others on the basis of strength.

Dengan kekuatan militer dan pengaruh politik yang dimiliki, PRC meyakini bahwa mereka tidak akan seperti USA yang melakukan invasi ke timur tengah dengan alasan “War On terror”.

  • 4.      China will make judgment on each case in international affairs, each matter on the merit of the matter itself and it will not have double standards. China will not have two policies: one for itself and one for others. China believes that it cannot do unto others what they do not wish others do unto them.
  • 5.      China advocates that all countries handle their relations on the basis of the United Nations Charter and norms governing international relations. China advocates stepping up international cooperation and is against unilateral politics. China should not undermine the dignity and the authority of the U.N. China should not impose and set its own wishes above the U.N. Charter, international law and norms.

Setlah pada poin pertama disampaikan bahwa China tidak mencari Hegemony. Pada poin kelima ditegaskan kembali bahwa mereka menentang adanya sistem internasional yang Unilateral. Ini sinyal kuat yang menunjukkan bahwa PRC siap membendung bahkan menentang Hegemony AS.

  • 6.      China advocates peaceful negotiation and consultation so as to resolve its international disputes. China does not resort to force, or threat of force, in resolving international disputes. China maintains a reasonable national military buildup to defend its own sovereignty and territorial integrity. It is not made to expand, nor does it seek invasion or aggression.

Pada poin ke-6 ini, China kembali menyinggung Kebijakan luar negeri AS. Dimana mereka menyatakan bahwa kekuatan militer yang dibangun bukan ditujukan untuk tindakan ekspansi wilayah ataupun melakukan nvasi dan Agresi seperti yang dilakukan AS.

  • 7.      China is firmly opposed to terrorism and the proliferation of weapons of mass destruction. China is a responsible member of the international community, and as for international treaties, China abides by all them in a faithful way. China never plays by a double standard, selecting and discarding treaties it does not need.

Kendati memiliki beberpaa poin yang bertentangan, poin ke-7 yang disampaikan mengungkapkan pernyataan yang sama dengan AS terhadap penentangan terhadap terorisme serta pengembangan senjata pemusnah masal seperti Nuklir.

  • 8.      China respects the diversity of civilization and the whole world. China advocates different cultures make exchanges, learn from each other, and complement one another with their own strengths. China is opposed to clashes and confrontations between civilizations, and China does not link any particular ethnic group or religion with terrorism.

[1] Pernyataan juru bicara Menlu PRC, Dikutip dari Washington Times yang diterbitkan pada 1 maret 2007. Ini merupakan respon yang diberikan kepada Wakil Preside AS, Dick Cheney pada kunjungannya ke China.

–          The Washington Times. 2007. Beijing likens Cheney criticism to nosy neighbor. Diakses dari http://www.washingtontimes.com/news/2007/mar/01/20070301-104826-2978r/

–          Foreign Policy Association. 2012. 10 Foreign Policy Issues Facing Obama. Diakses dari: http://foreignpolicyblogs.com/2012/11/12/10-foreign-policy-issues-facing-obama/

Teori Kelas Karl Marx


            Teori Kelas merupakan teori yang berdasarkan pemikiran bahwa: “sejarah dari segala bentuk masyarakat dari dahulu hingga sekarang adalah sejarah pertikaian anatara golongan”. Analisa Marx mengemukakan bagaiamana hubungan antar manusia terjadi dilihat dari hubungan antara posisi masing-masing terhadap sarana-sarana Produksi, yaitu dilihat dari usaha yang berbeda dalam memanfaatkan sumber-sumber daya yang langka. Perbedaan atas sarana tidak selalu menjadi sebab pertikaian antar golongan. Marx Beranggapan bahwa posisi didalam struktur yang seperti ini selallu mendorong mereka untuk melakukan tindakan yang bertujuan untuk memperbaiki nasib mereka. Marx beranggapan bahwa meskipun gejala-gejala historis adalah hasil dari mempengaruhi berbagai komponen, namun pada analisa terakhir hanya ada satu independent variable yaitu Faktor Ekonomi. Dan menurut Marx sendiri, perkembangan-perkembangan politik, hukum filsafat, kesusasteraan serta kesenian, semuanya tertopang pada faktor ekonomi.

Kelas sosial atau golongan sosial merujuk pada stratifikasi (penggolongan) anatara insan atau kelompok manusia dalam masyarakat atau budaya. Berdasarkan karakteristik stratifikasi sosial, dapat ditemukan beberapa pembagian kelas atau golongan dalam masyarakat.

Kontribusi-kontribusi teoritis Marx dan Weber pada studi-studi tentang penguasa dan yang dikuasai telah membangkitkan kontroversi dan polemik yang dalam serta pengelompokkan intelektual dalam ilmu-ilmu sosial.

Kesulitan pertama yang langsung kita hadapi ketika membahas mengenai kelas sosial dari pandangan Karl Marx adalah bahwa, meskipun Marx sering berbicara tentang kelas – kelas sosial, ia tidak pernah mendefinisikan apa yang dimaksud dengan istilah “kelas”. Seakan – akan arti kata itu sudah jelas dengan sendirinya. Pada umumnya, mengikuti sebuah definisi Lenin, kelas sosial dianggap sebagai golongan sosial dalam sebuah tatanan masyarakat yang dtentukan oleh posisi tertentu dalam proses produksi. Itupun belum jelas seratus persen. Apakah para cendikiawan merupakan sebuah kelas tersendiri (pada umumnya disangkal oleh kaum marxis)? Bagaimana halnya golongan pegawai negeri baik sipil maupun militer. Mahasiswa dianggap bukan kelas sosial. Lalu mereka itu apa? Begitu pula tidak jelas apakah kelas merupakan kenyataan selama seluruh sejarah. Apakah dalam semua kebudayaan pasca primitif terdapat kelas sosial? Pertanyaan ini pada umumnya dibenarkan, terutama karena kalimat termasyhur pada permulaan manifesto komunis: “Sejarah semua masyarakat yang ada hingga sekarang ini adalah sejarah perjuangan kelas”. Tetapi dalam tulisan Marx ada juga indikasi bahwa, bertentangan dengan hal itu, kelas sosial merupakan gejala khas masyarakat pascafeodal, sedangkan golongan sosial dalam masyarakat feodal dan kuno lebih tepat disebut “kasta”.

Dasar anggapan kedua adalah bahwa bagi Marx sebuah kelas baru dianggap kelas dalam arit sebenarnya, apabila dia bukan hanya secara objektif merupakan golongan sosial dengan kepentingan tersendiri, melainkan juga secara subjektif menyadari diri sebagai kelas, sebagai golongan khusus dalam masyarakat yang mempunyai kepentingan-kepentingan spesifik serta mau memperjuangkannya.[1] Dalam arti ini hanya kelas buruh industri yang merupakan kelas dalam arti yang sebenarnya, dan meskipun kurang tajam juga borjuis (dan pada akhir abad ke 20 juga kum tani di negeri industri maju yang barangkali merupakan kelas sosial paling militan dalam masyarakat mereka).

Ada beberapa unsur dalam teori kelas Karl Marx yang perlu diperhatikan. Pertama, tampak betapa besarnya peran segi struktural dibandingkan segi kesadaran dan moralitas. Pertentangan antar buruh dengan majikan bersifat objektif karena berdasarkan kepentingan objektif yang didasarkan kedudukan mereka masing-masing dalam proses produksi. Kedua, karena kepentingan kelas pemilik dengan kelas buruh secara objektif bertentangan, mereka juga akan mengambil sikap dasar yang berbeda terhadap perubahan sosial. Kelas pemilik, dan kelas-kelas atas pada umumnya mesti bersikap konserfatif, sedangkan kelas buruh, dan kelas-kelas bawah pada umumnya, akan besikap progresif dan revolusioner. Ketiga, dengan demikian menjadi jelas mengapa bagi Marx setiap kemajuan dalam susunan masyarakat hanya dapat tercapai melalui revolusi. Begitu kepentingan kelas bawah yang sudah lama ditindas mendapat angin, kekuasaan kelas penindas mesti dilawan dan digulingkan. Apabila kelas bawah bertambah kuat, kepentingannya pun akan mengalahkan kepentingan kelas atas, jadi akan mengubah ketergantungan dari pada pemilik dan itu berarti membongkar kekuasaan kelas atas.

Sementara asumsi yang berlaku di Amerika serikat, yakni Pluralisme berpendapat bahwa beragam kepentingan dan dengan demikian penyebaran kekuasaan yang luas mencirikan orde demokrasi. Terkadang pluralisme membayangkan masyarakat tersususn dari kelompok-kelompok kekuasaan yang berseteru, dan setiap kelompok menggunakan kekuasaan untuk memajukan kepentingannya sendiri. Asumsi-asumsi Pluralis juga berasal dari perumusan-perumusan Gaetano Mosca dan Vilfredo pareto, yang mengamati perbedaan-perbedaan antara kelas yag berkuasa dan yang dikuasai serta cenderung mengidentifikasi adanya pengelompokan di dalam kelas penguasa, khususnya pada masyarakat demokrasi. Mereka menekankan bahwa aturan disesuaikan dengan kepentingan, bukan sekedar lewat kekuasaan, dan mereka juga merujuk pada sirkulasi kelompok elit atau perubahan dalam keanggotaan kelompok elit yang terjadi setiap saat. Tampak jelas bahwa para pendukung pluralisme dipengaruhi oleh pemikiran Weber.

Teori elit pluralis dari Mosca, Pareto, dan Weber mencoba menyangkal konsepsi Marx tentang kelas penguasa. Pemikiran Marx telah memepengaruhi satu kontraposisi, umumnya dikenal sebagai teori elit penguasa, meskipun banyak pendukungnya tidak secara langsung menghubungkannya dengan kerangka kerja Marx.

Tidak seperti Weber, yang menggunakan kelas sebagai kategori penggambaran masyarakat kapitalis pada saat tertentu, Marx menghubungkan kelas dengan basis material untuk menguji sumber-sumber perubahan dalam masyarakat kapitalis. Dalam Communist Manifesto kelas-kelas tersebut adalah kaum Borjuis, “kelas para kapitalis modern, pemilik faktor-faktor produksi modern dan majikan dari pekerja upahan”, dan kaum Proletar,”kelas para pekerja upahan modern yang karena tidak memiliki faktor-faktor produksi sendiri, terdesak untuk menjual  tenaga mereka demi dapat bertahan hidup”

Di bawah kapitalisme, istilah borjuis telah banyak digunakan sebagai ungkapan perkiraan setara untuk orang kelas atas. Kata ini juga berevolusi yang kemudian berarti pedagang dan pengusaha, dan sampai abad ke-19 umumnya bersinonim dengan “kelas menengah“, yaitu orang-orang yang masuk dalam spektrum sosial ekonomi yang luas antara bangsawan dan petani atau kaum proletar. Karena kekuatan dan kekayaan kaum bangsawan memudar di paruh kedua abad ke-19, dan karena kelas pedagang dan kelas komersial menjadi dominan, kaum borjuis muncul sebagai pengganti dari digulingkannya kaum bangsawan dan kelas penguasa yang baru.

Satu pemahaman Marxis tentang Kapitalisme memerlukan pengujian konflik antara kepentingan-kepentingan kedua kelas yang berlawanan. Dalam Communist Manifesto, Marx secara garis besar menelusuri antagonisme kelas:

Kaum ningrat, kesatria-kesatria, rakyat jelata dan para budak dijaman romawi kuno; para bangsawan feodal , pemilik-pemilik tanah, para ahli pertukangan, para pengelana, para pekerja magang, para penggarap ladang di abad pertengahan; serta kau borjuis dan kaum proletar dibawah kapitalisme borjuis modern.

Kaum borjuis memegang peranan bersejarah; merekalah yang mengakhiri hubungan-hubungan Feodal. Sebaliknya kaum Proletar, kelas pekerja,”yang hidup selama mereka menemukan pekerjaan, dan yang akan menemukannya selama tenaga mereka meningkatkan modal,” harus tunduk terhadap kukasaan borjuis.

Marx juga berpendapat bahwa, perbedaan atas sarana tidak selalu menjadi sebab dari pertikaian anatar golongan . posisi dalam struktur yang demikian malah mendorong mereka untuk melakukan tindakan yang bertujuan untuk memperbaiki nasib mereka.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam teori Karl Marx. Pertama, tampak betapa besarnya peran segi struktural dibandingkan segi kesadaran dan moraltas. Pertentangan antara buruh dengan majikan bersifat objektif karena berdasarkan kepentingan objektif yang didasarkan pada kedududkan mereka masing-masing dalam proses produksi. Kedua, karena kepentingan kelas pemilik dan kelas buruh secara objektif bertentangan, mereka juga akan mengambil sikap dasar yang berbeda terhadap perubahan sosial. Kelas-kelas pemilik dan elit, cenderung Konservatif, sedangkan kelas-kelas buruh dan kelas bawah pada umumnya akan cenderung bersikap Progresif dan Revolusioner. [2]

Munculnya kesadaran Kelas dan Perjuangan Kelas

Satu faktor penting adalah semakin terpusatnya kaum buruh proletar dalam daerah-daerah Industri dikota. Karena mereka bekerja bersama-sama dalam kondisi yang kurang manusiawi dalam pabrik dan hidup berdampingan satu sama lain sebagai tetangga dikota, kaum proletar semakin sadar akan penderitaan bersama dan kemelaratan ekonominya. Terpusatnya mereka pada suatu tempat memungkinkan terbentuknya jarigan komunikasi dan menghasilkan kesadaran bersama.[3]

Dengan memperhatikan bahwa kelas adalaha sebuah kosep yang ditentukan secara ekonomi, Weber mengusulkan bahwa kelompok-kelompok status juga mempengaruhi distribusi kekuasaan dalam suatu komunitas, namun defenisinya membedakan kelas darikelompok status.

Seluruh kelompok status berada dalam cakupan tertentu dari apa yang didefenisikan Weber sebagai kelas-kelas ekonomi. Setiap kelas terdiri dari banyak kelompok status sehungga dimungkinkan untuk membicarakan stratifikasi kelompok-kelompok status dalam sebuah kelas, yang secara hirarkis peringkatnya disesuaikan dengan keuntungan relatif pasar.

Hubungan Ekonomi Dan Struktur Kelas

Kemampuan manusia untuk memenuhi berbagai kebutuhannya tergantung pada terlibatnya mereka di dalam hubungan hubungan social dengan orang lain untuk mengubah lingkungan materil melalui kegiatan produktifnya. Hubungan-hubungan sosial yang elementer ini membentuk infrastruktur ekonomi masyarakat. Pemilikan atau kontrol yang berbeda atas alat produksi, yang ditekankan oleh Marx jauh lebih keras daripada perbedaan biologis, merupakan dasar pokok untuk pembentukan kelas-kelas sosial yang berbeda. Pemilikan atau kontrol atas alat produksi merupakan dasar utama kelas-kelas sosial dalam semua tipe-tipe masyarakat, dari masyarakat yang dibedakan menurut kelas yang paling awal yang muncul dari komunisme suku bangsa primitive sampai kekapitalisme modern.[4]

Daftar Pustaka


[1]Sosiologi-FISIP, UNS. 2010. TEORI KELAS. Mengutip dari:  Henslin, James M. 2007. Sosiologi Dengan Pendekatan Membumi. Jakarta: Erlangga. Diakses Dari: http://tokay.blog.uns.ac.id/2010/01/06/teori-kelas/

[2] Sosiologi-FISIP, UNS. 2010. TEORI KELAS. Diakses dari: http://tokay.blog.uns.ac.id/2010/01/06/teori-kelas/

[3] ___.2010 . Teori Kelas Karl Marx. Mengutip dari. Johnson, Doyle Paul. 1994. Teori Sosiologi Klasik dan Modern. Terj. Robert M. Z. Lawang. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Diakses dari : http://itsumonojinan.wordpress.com/2010/12/17/teori-kelas-karl-marx/

[4] Johnson, Doyle Paul. 1994. Teori Sosiologi Klasik dan Modern. Terj. Robert M. Z. Lawang. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Diakses dari : http://itsumonojinan.wordpress.com/2010/12/17/teori-kelas-karl-marx/ Pada 27 Mei 2011, Pukul 18:03