Soft Power melalui Diplomasi Budaya Dalam Praktik Hubungan Internasional


Pada tingkatan yang sangat umum, Power adalah kemampuan mempengaruhi perilaku seseorang sesuai yang diinginkan orang tersebut. Ada beberapa cara dalam mempengaruhi perilaku subjek lain:

  • Memaksa dengan Ancaman
  • Membujuknya dengan bayaran
  • Membuatnya tertarik atau bekerjasama dengan mereka

 

Hard power, sebagai lawan kontras dari Soft Power merupakan cara mempengaruh tindakan yang lain sesuai dengan keinginan yang menginginkannya dengan cara memaksa atau kekerasan. Kekerasan akan menimbulkan kekerasan yang lain sehingga hal ini akan menimbulkan konflik yang tak berujung. Untuk itulah dibutuhkan pendekatan lain terhadap kepentingan ini. Agar kedua pihak tidak ada yang merasa dirugikan, yakni Soft Power.

“Power”, Menururt Josep S. Nye, adalah “kemampuan dalam mempengaruhi perilaku yang lain”. Soft Power adalah kemampuan dalam menjadi “menarik”, sehingga bisa bekerjasama dengan yang lain. Sumber Daya utama dari Soft Power adalah kebijakan luar negeri, budaya dan nilai atau norma-norma.[1] Soft Power mempengaruhi sesorang secara tidak langsung tanpa disadari oleh subjek tersebut. Perdana menteri India, Mnmohan Singh berkomentar: “Pengaruh India telah melintasi asia melalui budaya, bahasa, agama, emikiran dan nilai-nilai, bukan melalui pertumpahan darah”[2]. Hal ini sudah menunjukan bahwa Soft-Power sangat selaras dengan pemikiran Studi Hubungan Internasional, yakni interkasi global yang tetap mengutamakan perdamaian sekalipun terdapat kepentingan-kepentingan yang berbeda.

Penyebaran Hinduism dan Budhism ke Asia Tenggara merupakan investasi emas India melalui Soft Power yang sudah terjadi pada abad pertama. Sekarang, seolah merupakan momentum bagi India untuk memanen keuntungan dari hal tersebut.

Seorang eksekutif yang cerdas mengetahui bahwa kepemimpinan bukan hanya tentang bagaimana memerintah orang lain, tetapi juga memimpin dengan memberi contoh dan membuat orang lain tertarik untuk melakukannya.

Dengan mengkaji Soft Power Diplomasi Budaya ini, kita bisa mengetahui dan lebih menyadari pentingnya langkah pendekatan ini untuk dilakukan. Hubungan Internasional mengkaji hubungan antar negara dan sebisa mungkin menhindari terjadinya konflik, atau bahkan perang. Padahal, diantara negara-negara tersebut terdapat kepentingan-kepentingan yang berkaitan dengan negara lainnya. Yang mau tidak mau, ia harus melakukan interaksi dengan negara tersebut untuk mencapai keinginan dan kebutuhannya. Menurut perspektif Realis, Negara kuat bisa melakukan apa yang mereka pantas lakukan terhadap negara lemah. Namun hal ini tentu akan sangat rawan menimbukan konflik. Itulah yang berusaha dihindari oleh Studi Hubungan Internasional dan seluruh masyarakat dunia.

Tidak semua “Hard Power” segera mendatangkan apa yang dibutuhkan. Kadangkala Hard power yang tidak mampu membuat lawannya menururti apa yang diinginkan malah akan memperpanjang proses dalam mencapai kepentingan tersebut.

Untuk itulah sekarang ini lebih gencar dipeomosikan diplomasi melalui budaya, ini merupakan salah satu interaksi dengan menggunakan Soft Power. Seperti apa yang dikatakan Perdana Menteri  India, bahwa negaranya telah mempengaruhi asia bahkan dunia melalui budayanya. Masyarakat dunia melihat budaya India, dari berbagai fil nya yang melintasi batas negara. Atau seperti Jepang dengan Kimono, bahasa bahkan manga (komik jepang) yang bahkan melahirkan “Otaku”, yakni sebutan bagi orang-orang yang sangat ambisius dan tergila-gila dengan budaya dan kebiasaan jepang.

Ketika seseorang mengagumi bahkan tergila-gila dengan suatu budaya, ia bukan hanya akan mencari tahu tentangnya, tapi bahkan akan menyebarluaskannya, sehingga dikenal menjadi mode tersendiri bagi mereka. Budaya yang masuk akan dengan mudah mempengaruhi orang yang terobsesi tersebut.

Dr. Musni Umar, salah seorang anggota forum Eminet Person Group (EPG) mengatakan pentingnya pendekatan Soft-power setidaknya dilandasi lima alasan.

  1. Pendekatan kekerasan (Hard Power) tidak pernah bisa menyelesaikan suatu masalah, bahkan kekerasan cenderung memicu terjadinya kekerasan lain.
  2. Pendekatan Soft-Power lebih mudah dilakukan karena tidak ada yang tersinggung, dan tidak ada yang merasa disakiti dan merasa dikalahkan.
  3. Pendekatan Soft-power akan melahirkan persaudaraan sejati, yang sama-sama menenggang perasaan dan tidak saling menyakiti.
  4. Pasti memberi manfaat yang lebih besar daripada pendekatan Hard Power.
  5. Pendekatan Hard Power sebagai lawan daripada pendekatan Soft Power, dapat  memberi pelajaran pada kedua bangsa, bahwa tidak ada yang untung kalau terjadi konfrontasi.[3]

Soft Power telah menjadi salahs atu kuci dalam kepemimpinan. Kemampuan untuk membuat orang lain tertarik dan melakukan sesuai dengan apa yang kita inginkan tanpa harus secara langsung memintanya, subjek tersebut akan melakukannya kendati itu bukan keinginannya dan ia sesungguhnya tidak ingin lmelakukan hal yang demikian itu.

Soft Power Yang Dilancarkan Indonesia

Selama ini baik presiden maupun Menlu sering mengatakan bahwa kita memiliki beberapa asset yang bisa dipergunakan atau dimanfaatkan sebagai element dar Soft Power Indonesia. Yang pertama adalah Demokrasi, Kedua, Islam Moderat dan Ketiga, tingkat Pluralistik Indonesia yang sangat tinggi yang oleh karenanya di saat yang bersamaan dapat menonjolkan the Ideology Of Tolerans.[4]

Prosedur Demokrasi kita dianggap sebagai yang terbaik ketiga di dunia, walaupun belum melaksanakan Demokrasi sesuai nilai-nilai yang semestinya. Namun ini tetap menjadi panutan bagi negara lain untuk menjalankan pemerintahanDemokrasi yang lebih baik lagi.

Indonesia, melalui kementrian luar negeri dan institusi pendidikan telah melakukan beberapa langkah dalam melakukan diplomasi budaya tersebut.  Seperti yang pernah dikabarkan dalam Tabloid Diplomasi tahun 2009, “Duta Belia” melakukan Diplomasi Angklung. Universitas Padjadjaran, misalnya, pernah mengirimkan perwakilannya untuk membawakan tarian kebudayaan melalui kunjungan keluar negeri. Tiap-tiap kedutaan besar di luar negeri bahkan mengadakan kegiatan tahunan untuk melancarkan “serangan budaya” ini. Seperti yang dilaksanakan di belanda. Mereka, kedutaan besar RI untuk Belanda, mengadakan kegiatan “Pasar Malam” yang merupakan kebiasaan dari masyarakat Indonesia, juga tentunya pameran-pameran kebudayaan di luar negeri. Yang memperlihatkan tarian-tarian daerah serta hasil-hasil karya seni dari masing-masing daerah yang bahkan menjadi Ikon diluar negeri, seperti keris dan batik misalnya.

Pernah satu ketika saya menyaksikan sebuah tayangan dari MTV, yang memperlihatkan pahatan asli dari indonesia. Hal ini menunjukan bahwa pengaruh Indonesia telah sampai jauh ke belahan dunia lain sana. Hasil hasil karya seni buatan tradisional tersebut mungkin tidak sejelas pengaruh jepang terhadap “Otaku” nya, namun hal ini merupakan proses panjang dimana Indonesia sendiri memiliki berbagai ragam kebudayaan dan seni yang bisa dianggap sebagai “amunisi” negara dalam berperang kebudayaan.

Bukan hanya dikalangan akademis Universitas, bahkan di tingkat SMP dan SMA sudah ada putra putri bangsa yang dikirim untuk membawakan tarian maupun kesenian daerah lainnya ke luar negeri sebagai upaya mempromosikan budaya kita terhadap pihak asing. Melihat hal ini, budaya bahkan menjadi rebutan bagi banyak pihak, seperti kasus klaim malaysia terhadap beberapa kesenian milik Indonesia beberapa waktu lampau.

Promosi kebudayaan Indonesia bukan hanya dari pengiriman seniman daerah keluar negeri, tapi bahkan pramugarI di maskapai Indonesia sudah dibiasakan untuk berseragam Batik. Hal ini akan menjadi nilai tambah kita terhadap penumpang yang berasal dari luar Indonesia. Budaya merupakan karakter bangsa, sehingga jika berhasil menanamkan suatu kebudayaan kepada kebudayaan tertentu, hal ini akan memeudahkan untuk negara tersebut mempengaruhi dan memasuki negara tersebut, baik melalui sektor perdagangan maupun sektor-sektor lain yang potensial sesuai budayanya tersebut.

Jika Indonesia ingin mengikuti persaingan Soft Power ini, ia harus mencari nilai-nilai yang menarik terhadap pasar di Asia. Kita harus menggali lagi apa yang merupakan budaya kita.

Setidaknya dalam perang kebudayaan ini, tidak terjadi pertumpahan darah, tidak ada yang merasa dikalahkan dan kedua pihak mendapatkan apa yang menjadi kepentingannya.

 


[1] Siswo Pramono. 2011. Resources of Indonesian Soft Power Diplomacy. Jakarta: Jakarta Post. Diakses dari : http://www.thejakartapost.com/news/2010/06/28/resources-indonesian-soft-power-diplomacy.html. Pada 26 mei 2011, pukul 14:31 WIB.

[2] Siswo Pramono. 2011. Resources of Indonesian Soft Power Diplomacy. Jakarta: Jakarta Post. Mengutip dari : www.pmindia.nic.in. Dikases dari : http://www.thejakartapost.com/news/2010/06/28/resources-indonesian-soft-power-diplomacy.html. Pada 26 mei 2011, pukul 14:31 WIB.

[3] Suryanto. 2011. Indonesia-Malaysia Perlu Diplomasi Soft Power. (Antara News: Jakarta) diakses dari http://www.antaranews.com/news/248100/indonesia-malaysia-perlu-diplomasi-soft-power Pada 26 Mei 2011, Pukul 14:05

[4] Rizal Sukma. 2009. Tabloid Diplomasi : Soft Power Tidak Akan Berarti Jika Tidak Diimbangi Dengan Hard Power. Dikases Dari: http://www.tabloiddiplomasi.org/previous-isuue/46-september-2008/336-soft-power-tidak-akan-berarti-jika-tidak-diimbangi-dengan-hard-power.html. Pada tanggal 26 Mei 2011, Pukul 14:26 WIB.

Analisis Komparatif Platform Politik Amerika Serikat dan China


People’s Republic of China dan USA. Kedua negara ini merupakan beberapa yang paling menonjol dan sedang berada pada masa kejayaanya. Kendati demikian, interaksi kedua negara lebih berupa kompetisi yang cenderung mengarah ke konflik. Hal ini bisa dilihat dari pertentangan kebijakan-kebijakan luar negeri yang dikeluarkan serta sikap konfrontatif pada beberapa kesempatan seperti kasus Laut Cina selatan misalnya. Kedua negara ini mulai kerap dinyatakan sebagai dua kekuatan utama dunia, seperti AS & USSR pada masa perang dingin. Berikut ini adalah platform kebijakan-kebijakan luar negeri yang dikeluarkan kedua negara untuk menaungi filosofi dan kepentingan nasionalnya. Secara umum berbagai arah kebijakan luar negri Amerika Serikat di tujuan nasionalnya yaitu :

–          Memantapkan diri di dunia sebagai polisi dunia

–          Dominasi sumber daya alam

–          Orientasi ekonomi

–          Penyebaran ideology liberalism dan demokrasi

–          Keamanan nasional dan pemberantasan terrorisme, dan

–          Mewujudkan tatanan dunia baru.

Dalam format politik internasional Amerika Serikat terdapat dua pilar paling mengemuka yang dijadikan kebijakan pokok negara adidaya itu adalah demokratisasi (termasuk HAM) dan liberalisme ekonomi dunia.

Sementara PRC atau RRC, pada tahun 2007, melalui Jurubicara Menteri Luar Negrinya, Qin Gang menyampaikan pernyataannya atas Delapan (8) poin filosofi diplomatik People’s Republic of China yang dikuti dari Washington Times[1] (2007) :

  • 1.      China will not seek hegemony. China is still a developing country and has no resources to seek hegemony. Even if China becomes a developed country, it will not seek hegemony.
  • 2.      China will not play power politics and will not interfere with other countries’ internal affairs. China will not impose its own ideology on other countries.

Berbeda dengan USA yang berupaya menyebarkan ideologi Liberal lewat demokrasinya untuk menjamin Hak Azasi Manusia secara universal. PRC menganggap bahwa Ideology adalah suatu hal yang vital dalam keamanan negara dan sebaiknya hanya diurus oleh pihak-pihak yang berdaulat atas wilayahnya. Bukan negara lain

  • 3.      China maintains all countries, big or small, should be treated equally and respect each other. All affairs should be consulted and resolved by all countries on the basis of equal participation. No country should bully others on the basis of strength.

Dengan kekuatan militer dan pengaruh politik yang dimiliki, PRC meyakini bahwa mereka tidak akan seperti USA yang melakukan invasi ke timur tengah dengan alasan “War On terror”.

  • 4.      China will make judgment on each case in international affairs, each matter on the merit of the matter itself and it will not have double standards. China will not have two policies: one for itself and one for others. China believes that it cannot do unto others what they do not wish others do unto them.
  • 5.      China advocates that all countries handle their relations on the basis of the United Nations Charter and norms governing international relations. China advocates stepping up international cooperation and is against unilateral politics. China should not undermine the dignity and the authority of the U.N. China should not impose and set its own wishes above the U.N. Charter, international law and norms.

Setlah pada poin pertama disampaikan bahwa China tidak mencari Hegemony. Pada poin kelima ditegaskan kembali bahwa mereka menentang adanya sistem internasional yang Unilateral. Ini sinyal kuat yang menunjukkan bahwa PRC siap membendung bahkan menentang Hegemony AS.

  • 6.      China advocates peaceful negotiation and consultation so as to resolve its international disputes. China does not resort to force, or threat of force, in resolving international disputes. China maintains a reasonable national military buildup to defend its own sovereignty and territorial integrity. It is not made to expand, nor does it seek invasion or aggression.

Pada poin ke-6 ini, China kembali menyinggung Kebijakan luar negeri AS. Dimana mereka menyatakan bahwa kekuatan militer yang dibangun bukan ditujukan untuk tindakan ekspansi wilayah ataupun melakukan nvasi dan Agresi seperti yang dilakukan AS.

  • 7.      China is firmly opposed to terrorism and the proliferation of weapons of mass destruction. China is a responsible member of the international community, and as for international treaties, China abides by all them in a faithful way. China never plays by a double standard, selecting and discarding treaties it does not need.

Kendati memiliki beberpaa poin yang bertentangan, poin ke-7 yang disampaikan mengungkapkan pernyataan yang sama dengan AS terhadap penentangan terhadap terorisme serta pengembangan senjata pemusnah masal seperti Nuklir.

  • 8.      China respects the diversity of civilization and the whole world. China advocates different cultures make exchanges, learn from each other, and complement one another with their own strengths. China is opposed to clashes and confrontations between civilizations, and China does not link any particular ethnic group or religion with terrorism.

[1] Pernyataan juru bicara Menlu PRC, Dikutip dari Washington Times yang diterbitkan pada 1 maret 2007. Ini merupakan respon yang diberikan kepada Wakil Preside AS, Dick Cheney pada kunjungannya ke China.

–          The Washington Times. 2007. Beijing likens Cheney criticism to nosy neighbor. Diakses dari http://www.washingtontimes.com/news/2007/mar/01/20070301-104826-2978r/

–          Foreign Policy Association. 2012. 10 Foreign Policy Issues Facing Obama. Diakses dari: http://foreignpolicyblogs.com/2012/11/12/10-foreign-policy-issues-facing-obama/

Penyelesaian Konflik Secara Damai


PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL SECARA DAMAI

Cara penyelesaian sengketa internasional secara damai

Untuk mencegah penggunaan kekerasan oleh negara dalam suatu persengketaan dengan negara lain perlu ditempuh suatu penyelesaian secara damai. Usaha ini mutlak diperlukan sebelum perkara itu mengarah pada suatu pelanggaran terhadap perdamaian. Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa memberikan kewajiban kepada negara anggotanya bahkan kepada negara-negara lainnya yang bukan anggota PBB untuk menyelesaikan setiap persengketaan internasional secara damai sedemikian rupa sehingga tidak membahayakan perdamaian keamanan internasional serta keadilan.

Penyelesaian sengketa secara damai dapat dilakukan melalui :

a. Penyelesaian sengketa internasional secara politik

1). Negosiasi

Negosiasi merupakan teknik penyelesaian sengketa yang paling tradisional dan paling sederhana. Teknik negosiasi tidak melibatkan pihak ketiga, hanya berpusat pada diskusi yang dilakukan oleh pihak-pihak yang terkait. Perbedaan persepsi yang dimiliki oleh kedua belah pihak akan diperoleh jalan keluar dan menyebabkan pemahaman atas inti persoalan menjadi lebih mudah untuk dipecahkan. Karena itu, dalam salah satu pihak bersikap menolak kemungkinan negosiasi sebagai salah satu cara penyelesaian akan mengalami jalan buntu.

2). Mediasi dan jasa-jasa baik (Mediation and good offices)

Mediasi merupakan bentuk lain dari negosiasi, sedangkan yang membedakannya adalah keterlibatan pihak ketiga. Pihak ketiga hanya bertindak sebagai pelaku mediasi (mediator), komunikasi bagi pihak ketiga disebut good offices. Seorang mediator merupakan pihak ketiga yang memiliki peran aktif untuk mencari solusi yang tepat guna melancarkan terjadinya kesepakatan antara pihak-pihak yang bertikai. Mediasi hanya dapat terlaksana dalam hal para pihak bersepakat dan mediator menerima syarat-syarat yang diberikan oleh pihak yang bersengketa.

Perbedaan antara jasa-jasa baik dan mediasi adalah persoalan tingkat. Kasus jasa-jasa baik, pihak ketiga menawarkan jasa untuk mempertemukan pihak-pihak yang bersengketa dan mengusulkan (dalam bentuk syarat umum) dilakukannya penyelesaian, tanpa secara nyata ikut serta dalam negosiasi-negosiasi atau melakukan suatu penyelidikan secara seksama atas beberapa aspek dari sengketa tersebut. Mediasi, sebaliknya pihak yang melakukan mediasi memiliki suatu peran yang lebih aktif dan ikut serta dalam negosiasi-negosiasi serta mengarahkan pihak-pihak yang bersengketa sedemikian rupa sehingga jalan penyelesaiannya dapat tercapai, meskipun usulan-usulan yang diajukannya tidak berlaku terhadap para pihak.

3). Konsiliasi (Conciliation)

Menurut the Institute of International Law melalui the Regulations the Procedur of International Conciliation yang diadopsinya pada tahun 1961 dalam Pasal 1 disebutkan sebagai suatu metode penyelesaian pertikaian bersifat internasional dalam suatu komisi yang dibentuk oleh pihak-pihak, baik sifatnya permanen atau sementara berkaitan dengan proses penyelesaian pertikaian. Istilah konsiliasi (conciliation) mempunyai arti yang luas dan sempit. Pengertian luas konsiliasi mencakup berbagai ragam metode di mana suatu sengketa diselesaikan secara damai dengan bantuan negara-negara lain atau badan-badan penyelidik dan komite-komite penasehat yang tidak berpihak. Pengertian sempit, konsiliasi berarti penyerahan suatu sengketa kepada sebuah komite untuk membuat laporan beserta usul-usul kepada para pihak bagi penyelesaian sengketa tersebut.

Menurut Shaw, laporan dari konsiliasi hanya sebagai proposal atau permintaan dan bukan merupakan konstitusi yang sifatnya mengikat. Proses konsiliasi pada umumnya diberikan kepada sebuah komisi yang terdiri dari beberapa orang anggota, tapi terdapat juga yang hanya dilakukan oleh seorang konsiliator.

4). Penyelidikan (Inquiry)

Metode penyelidikan digunakan untuk mencapai penyelesaian sebuah sengketa dengan cara mendirikan sebuah komisi atau badan untuk mencari dan mendengarkan semua bukti-bukti yang bersifat internasional, yang relevan dengan permasalahan. Dengan dasar bukti-bukti dan permasalahan yang timbul, badan ini akan dapat mengeluarkan sebuah fakta yang disertai dengan penyelesaiannya.

Tujuan dari penyelidikan, tanpa membuat rekomendasi-rekomendasi yang spesifik untuk menetapkan fakta yang mungkin diselesaikan dengan cara memperlancar suatu penyelesaian yang dirundingkan. Pada tanggal 18 Desember 1967, Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa mengeluarkan resolusi yang menyatakan pentingnya metode pencarian fakta (fact finding) yang tidak memihak sebagai cara penyelesaian damai dan meminta negara-negara anggota untuk lebih mengefektifkan metode-metode pencarian fakta. Serta meminta Sekertaris Jenderal untuk mempersiapkan suatu daftar para ahli yang jasanya dapat dimanfaatkan melalui perjanjian untuk pencarian fakta dalam hubungannya dengan suatu sengketa.

5). Penyelesaian di bawah naungan organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa

Amanat yang disebutkan dalam Pasal 1 Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa, salah satu tujuannya adalah untuk memelihara perdamaian dan keamanan internasional. Tujuan tersebut sangat terkait erat dengan upaya penyelesaian sengketa secara damai. Isi Piagam PBB tersebut di antaranya memberikan peran penting kepada International Court of Justice (ICJ) dan upaya penegakannya diserahkan pada Dewan Keamanan. Berdasarkan Bab VII Piagam PBB, DK dapat mengambil tindakan-tindakan yang terkait dengan penjagaan atas perdamaian. Sedangkan Bab VI, Dewan Keamanan juga diberikan kewenangan untuk melakukan upaya-upaya yang terkait dengan penyelesaian sengketa.

 

Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional

Negara-negara bila tidak mencapai kesepakatan untuk menyelesaikan sengketa mereka secara persahabatan, maka cara pemecahan yang mungkin digunakan adalah cara-cara kekerasan. Prinsip-prinsip dari cara penyelesaian melalui kekerasan antara lain :

a). Perang

Tujuan perang adalah menaklukan negara lawan dan membebankan syarat-syarat penyelesaian di mana negara yang ditaklukan itu tidak memiliki alternatif lain selain mematuhinya. Tindakan bersenjata yang tidak dapat disebut perang juga banyak diupayakan, secara sederhana perang merupakan tindakan kekerasan yang dilakukan untuk menaklukan negara lawan untuk membebankan syarat-syarat penyelesaian secara paksa. Konsepsi ini sejalan dengan pendapat Karl von Clausewitz yang mengatakan bahwa perang adalah perjuangan dalam skala besar yang dimaksudkan oleh salah satu pihak untuk menundukan lawannya guna memenuhi kehendaknya.

b). Retorsi (Retortion)

Retorsi adalah pembalasan dendam oleh suatu negara terhadap tindakan-tindakan tidak pantas atau tidak patut dari negara lain. Balas dendam tersebut dilakukan dalam bentuk tindakan-tindakan sah yang tidak bersahabat di dalam konferensi negara yang kehormatannya dihina. Misalnya merenggangnya hubungan diplomatik, pencabutan privilige diplomatik, atau penarikan diri dari konsesi-konsesi fiskal dan bea.

c). Tindakan-tindakan pembalasan (Repraisals)

Pembalasan merupakan metode-metode yang dipakai oleh negara-negara untuk mengupayakan diperolehnya ganti rugi dari negara-negara lain dengan melakukan tindakan-tindakan yang sifatnya pembalasan. Perbedaan antara tindakan pembalasan dan retorsi adalah pembalasan mencakup tindakan yang pada umumnya boleh dikatakan sebagai perbuatan illegal sedangkan retorsi meliputi tindakan sifatnya balas dendam yang dapat dibenarkan oleh hukum. Pembalasan dapat berupa berbagai macam bentuk, misalnya suatu pemboikotan barang-barang terhadap suatu negara tertentu.

d). Blokade secara damai (Pacific Blockade)

Pada waktu perang, blokade terhadap pelabuhan suatu negara yang terlibat perang sangat lazim dilakukan oleh angkatan laut. Blokade secara damai adalah suatu tindakan yang dilakukan pada waktu damai. Kadang-kadang digolongkan sebagai pembalasan, tindakan itu pada umumnya ditujukan untuk memaksa negara yang pelabuhannya diblokade mentaati permintaan ganti rugi atas kerugian yang diderita oleh negara yang memblokade.

e). Intervensi (Intervention)

Hukum internasional pada umumnya melarang campur tangan yang berkaitan dengan urusan-urusan negara lain, yang dalam kaitan khusus ini berarti suatu tindakan yang lebih dari sekedar campur tangan saja dan lebih kuat dari pada mediasi atau usulan diplomatik.

Menurut Mahkamah, intervensi dilarang oleh hukum internasional apabila: (a) campur tangan yang berkaitan dengan masalah-masalah di mana setiap negara dibolehkan untuk mengambil keputusan secara bebas, dan (b) campur tangan itu meliputi gangguan terhadap kemerdekaan negara lain dengan cara-cara paksa, khususnya kekerasan.

PROSEDUR PENYELESAIAN SENGKETA INTERASIONAL

Ditinjau dari konteks hukum internasional publik, sengketa dapat didefinisikan sebagai ketidaksepakatan salah satu subyek mengenai sebuah fakta, hukum, atau kebijakan yang kemudian dibantah oleh pihak lain atau adanya ketidaksepakatan mengenai masalah hukum atau fakta-fakta atau konflik mengenai penafsiran atau kepentingan antara 2 bangsa yang berbeda

Karakteristik dari Sengketa Internasional adalah:

1. Sengketa internasional yang melibatkan subjek hukum internasional (a Direct International Disputes), Contoh: Toonen vs. Australia. Toonen menggugat Australia ke Komisi Tinggi HAM PBB karena telah mengeluarkan peraturan yang sangat diskriminasi terhadap kaum Gay dan Lesbian. Dan menurut Toonen pemerintah Australia telah melanggar Pasal 2 ayat (1), Pasal 17 dan Pasal 26 ICCPR. Dalam kasus ini Komisi Tinggi HAM menetapkan bahwa pemerintah Australia telah melanggar Pasal 17 ICCPR dan untuk itu pemerintah Australia dalam waktu 90 hari diminta mengambil tindakan untuk segera mencabut peraturan tersebut.

2. Sengketa yang pada awalnya bukan sengketa internasional, tapi karena sifat dari kasus itu menjadikan sengketa itu sengketa internasional (an Indirect International Disputes). Suatu perisitiwa atau keadaan yang bisa menyebabkan suatu sengketa bisa menjadi sengketa internasional adalahaadanya kerugian yang diderita secara langsung oleh WNA yang dilakukan pemerintah setempat. Contoh: kasus penembakan WN Amerika Serikat di Freeport.

Kedamaian dan keamanan internasional hanya dapat diwujudkan apabila tidak ada kekerasan yang digunakan dalam menyelesaikan sengketa, yang ditegaskan dalam pasal 2 ayat (4) Piagam. Penyelesaian sengketa secara damai ini, kemudian dijelaskan lebih lanjut dalam pasal 33 Piagam yang mencantumkan beberapa cara damai dalam menyelesaikan sengketa, diantaranya :

1. Negosiasi (perundingan)

Perundingan merupakan pertukaran pandangan dan usul-usul antara dua pihak untuk menyelesaikan suatu persengketaan, jadi tidak melibatkan pihak ketiga.

Pasal 33 ayat (1) Piagam PBB menempatkan negosiasi sebagai cara pertama dalam menyelesaikan sengketa.

Perundingan merupakan pertukaran pandangan dan usul-usul antara dua pihak untuk menyelesaikan suatu persengketaan, jadi tidak melibatkan pihak ketiga.

ü  Segi positif/kelebihan dari negosiasi adalah:

1. Para pihak sendiri yang menyelesaikan kasus dengan pihak lainnya;

2. Para pihak memiliki kebebasan untuk menentukan bagaimana cara penyelesaian melalui negosiasi dilakukan menurut kesepakatan bersama;

3. Para pihak mengawasi atau memantau secara langsung prosedur penyelesaian;

4. Negosiasi menghindari perhatian publik dan tekanan politik dalam negeri.

ü  Segi negatif/kelemahan dari negosiasi adalah:

1. Negosiasi tidak pernah akan tercapai apabila salah satu pihak berpendirian keras;

2. Negosiasi menutup kemungkinan keikutsertaan pihak ketiga, artinya kalau salah satu pihak berkedudukan lemah tidak ada pihak yang membantu.

2. Enquiry (penyelidikan)

Penyelidikan dilakukan oleh pihak ketiga yang tidak memihak dimaksud untuk mencari fakta.

3. Good offices (jasa-jasa baik)

Pihak ketiga dapat menawarkan jasa-jasa baik jika pihak yang bersengketa tidak dapat menyelesaikan secara langsung persengketaan yang terjadi diantara mereka.

4. Mediation (mediasi)

Pihak ketiga campur tangn untuk mengadakan rekonsiliasi tuntutan-tuntutan dari para pihak yang bersengketa. Dalam mediasi pihak ketiga lebih aktif.

5. Consiliation (Konsiliasi)

Merupakan kombinasi antara penyelesaian sengketa dengan cara enquiry dan mediasi.

6. Arbitration (arbitrasi)

Pihaknya adalah negara, individu, dan badan-badan hukum. Arbitrasi lebih flexible dibanding dengan penyelesain sengketa melalui pengadilan.

7. Penyelesain sengketa menurut hukum

Dalam penyelesaian ini para pihak yang bersengketa akan mengajukan masalahnya ke Mahkamah Internasional. Mahkamah internasional ini bertugas untuk menyelesaikan tuntutanyang diajukan dan mengeluarkan keputusan yang bersifat final dan mengikat para pihak. Mahkamah Internasional merupakan bagian integral dari PBB, jadi tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya.

8. Badan-badan regional

Melibatkan lembaga atau organisasi regional baik sebelum maupun sesudah PBB berdiri.

9. Cara-cara damai lainnya

Dari 9 penyelesaian sengketa yang tercantum dalam Piagam, dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu penyelesaian sengketa secara hukum dan secara politik/diplomatik. Yang termasuk ke dalam penyelesaian sengketa secara hukum adalah arbitrase dan judicial settlement. Sedangkan yang termasuk ke dalam penyelesaian sengketa secara diplomatik adalah negosiasi; enquiry; mediasi; dan konsiliasi. Hukum internasional publik juga mengenal good offices atau jasa-jasa baik yang termasuk ke dalam penyelesaian sengketa secara diplomatik.

Pada dasarnya, tidak ada tata urutan yang mutlak mengenai penyelesaian sengketa secara damai. Para pihak dalam sengketa internasional dapat saja menyelesaikan sengketa yang terjadi di antara mereka ke badan peradilan internasional seperti International Court of Justice (ICJ/Mahkamah Internasional), tanpa harus melalui mekanisme negosiasi, mediasi, ataupun cara diplomatik lainnya. PBB tidak memaksakan prosedur apapun kepada negara anggotanya. Dengan kebebasan dalam memilih prosedur penyelesaian sengketa, negara-negara biasanya memilih untuk memberikan prioritas pada prosedur penyelesaian secara politik/diplomatik, daripada mekanisme arbitrase atau badan peradilan tertentu, karena penyelesaian secara politik/diplomatik akan lebih melindungi kedaulatan mereka.

PENYELESAIAN SENGKETA SECARA DIPLOMATIK YANG DAMAI

Prinsip-Prinsip Penyelesaian Sengketa Secara Damai adalah:

1. Prinsip itikad baik (good faith);

2. Prinsip larangan penggunaan kekerasan dalam penyelesaian sengketa;

3. Prinsip kebebasan memilih cara-cara penyelesaian sengketa;

4. Prinsip kebebasan memilih hukum yang akan diterapkan terhadap pokok sengketa;

5. Prinsip kesepakatan para pihak yang bersengketa (konsensus);

6. Prinsip penggunaan terlebih dahulu hukum nasional negara untuk menyelesaikan suatu sengketa prinsip exhaustion of local remedies);

7. Prinsip-prinsip hukum internasional tentang kedaulatan, kemerdekaan, dan integritas wilayah negara-negara.

Disamping ketujuh prinsip di atas, Office of the Legal Affairs PBB memuat prinsip-prinsip lain yang bersifat tambahan, yaitu:

1. Prinsip larangan intervensi baik terhadap masalah dalam atau luar negeri para pihak;

2. Prinsip persamaan hak dan penentuan nasib sendiri;

3. Prinsip persamaan kedaulatan negara-negara;

4. Prinsip kemerdekaan dan hukum internasional.

 

Penyelesaian Sengketa secara Diplomatik

Seperti yang telah dijelaskan di atas, yang termasuk ke dalam penyelesaian sengketa secara diplomatik adalah negosiasi; enquiry atau penyelidikan; mediasi; konsiliasi; dan good offices atau jasa-jasa baik. Kelima metode tersebut memiliki ciri khas, kelebihan, dan kekurangan masing-masing.’

 

Penyelesaian sengketa internasional secara paksa

Negara-negara bila tidak mencapai kesepakatan untuk menyelesaikan sengketa mereka secara persahabatan, maka cara pemecahan yang mungkin digunakan adalah cara-cara kekerasan. Prinsip-prinsip dari cara penyelesaian melalui kekerasan antara lain :

a). Perang

Tujuan perang adalah menaklukan negara lawan dan membebankan syarat-syarat penyelesaian di mana negara yang ditaklukan itu tidak memiliki alternatif lain selain mematuhinya. Tindakan bersenjata yang tidak dapat disebut perang juga banyak diupayakan, secara sederhana perang merupakan tindakan kekerasan yang dilakukan untuk menaklukan negara lawan untuk membebankan syarat-syarat penyelesaian secara paksa. Konsepsi ini sejalan dengan pendapat Karl von Clausewitz yang mengatakan bahwa perang adalah perjuangan dalam skala besar yang dimaksudkan oleh salah satu pihak untuk menundukan lawannya guna memenuhi kehendaknya.

b). Retorsi (Retortion)

Retorsi adalah pembalasan dendam oleh suatu negara terhadap tindakan-tindakan tidak pantas atau tidak patut dari negara lain. Balas dendam tersebut dilakukan dalam bentuk tindakan-tindakan sah yang tidak bersahabat di dalam konferensi negara yang kehormatannya dihina. Misalnya merenggangnya hubungan diplomatik, pencabutan privilige diplomatik, atau penarikan diri dari konsesi-konsesi fiskal dan bea.

c). Tindakan-tindakan pembalasan (Repraisals)

Pembalasan merupakan metode-metode yang dipakai oleh negara-negara untuk mengupayakan diperolehnya ganti rugi dari negara-negara lain dengan melakukan tindakan-tindakan yang sifatnya pembalasan. Perbedaan antara tindakan pembalasan dan retorsi adalah pembalasan mencakup tindakan yang pada umumnya boleh dikatakan sebagai perbuatan illegal sedangkan retorsi meliputi tindakan sifatnya balas dendam yang dapat dibenarkan oleh hukum. Pembalasan dapat berupa berbagai macam bentuk, misalnya suatu pemboikotan barang-barang terhadap suatu negara tertentu.

d). Blokade secara damai (Pacific Blockade)

Pada waktu perang, blokade terhadap pelabuhan suatu negara yang terlibat perang sangat lazim dilakukan oleh angkatan laut. Blokade secara damai adalah suatu tindakan yang dilakukan pada waktu damai. Kadang-kadang digolongkan sebagai pembalasan, tindakan itu pada umumnya ditujukan untuk memaksa negara yang pelabuhannya diblokade mentaati permintaan ganti rugi atas kerugian yang diderita oleh negara yang memblokade.

e). Intervensi (Intervention)

Hukum internasional pada umumnya melarang campur tangan yang berkaitan dengan urusan-urusan negara lain, yang dalam kaitan khusus ini berarti suatu tindakan yang lebih dari sekedar campur tangan saja dan lebih kuat dari pada mediasi atau usulan diplomatik.

Menurut Mahkamah, intervensi dilarang oleh hukum internasional apabila: (a) campur tangan yang berkaitan dengan masalah-masalah di mana setiap negara dibolehkan untuk mengambil keputusan secara bebas, dan (b) campur tangan itu meliputi gangguan terhadap kemerdekaan negara lain dengan cara-cara paksa, khususnya kekerasan.

Cara-cara Pemecahan konflik

Usaha manusia untuk meredakan pertikaian atau konflik dalam mencapai kestabilan dinamakan “akomodasi”. Pihak-pihak yang berkonflik kemudian saling menyesuaikan diri pada keadaan tersebut dengan cara bekerja sama. Bentuk-bentuk akomodasi :

1. Gencatan senjata, yaitu penangguhan permusuhan untuk jangka waktu tertentu, guna melakukan suatu pekerjaan tertentu yang tidak boleh diganggu. Misalnya : untuk melakukan perawatan bagi yang luka-luka, mengubur yang tewas, atau mengadakan perundingan perdamaian, merayakan hari suci keagamaan, dan lain-lain.

2. Abitrasi, yaitu suatu perselisihan yang langsung dihentikan oleh pihak ketiga yang memberikan keputusan dan diterima serta ditaati oleh kedua belah pihak. Kejadian seperti ini terlihat setiap hari dan berulangkali di mana saja dalam masyarakat, bersifat spontan dan informal. Jika pihak ketiga tidak bisa dipilih maka pemerintah biasanya menunjuk pengadilan.

3. Mediasi, yaitu penghentian pertikaian oleh pihak ketiga tetapi tidak diberikan keputusan yang mengikat. Contoh : PBB membantu menyelesaikan perselisihan antara Indonesia dengan Belanda.

4. Konsiliasi, yaitu usaha untuk mempertemukan keinginan pihak-pihak yang berselisih sehingga tercapai persetujuan bersama. Misalnya : Panitia tetap penyelesaikan perburuhan yang dibentuk Departemen Tenaga Kerja. Bertugas menyelesaikan persoalan upah, jam kerja, kesejahteraan buruh, hari-hari libur, dan lain-lain.

5. Stalemate, yaitu keadaan ketika kedua belah pihak yang bertentangan memiliki kekuatan yang seimbang, lalu berhenti pada suatu titik tidak saling menyerang. Keadaan ini terjadi karena kedua belah pihak tidak mungkin lagi untuk maju atau mundur. Sebagai contoh : adu senjata antara Amerika Serikat dan Uni Soviet pada masa Perang dingin.

6. Adjudication (ajudikasi), yaitu penyelesaian perkara atau sengketa di pengadilan.

Adapun cara-cara yang lain untuk memecahkan konflik adalah :

1. Elimination, yaitu pengunduran diri salah satu pihak yang terlibat di dalam konflik, yang diungkapkan dengan ucapan antara lain : kami mengalah, kami keluar, dan sebagainya.

2. Subjugation atau domination, yaitu orang atau pihak yang mempunyai kekuatan terbesar untuk dapat memaksa orang atau pihak lain menaatinya. Sudah barang tentu cara ini bukan suatu cara pemecahan yang memuaskan bagi pihak-pihak yang terlibat.

3. Majority rule, yaitu suara terbanyak yang ditentukan melalui voting untuk mengambil keputusan tanpa mempertimbangkan argumentasi.

4. Minority consent, yaitu kemenangan kelompok mayoritas yang diterima dengan senang hati oleh kelompok minoritas. Kelompok minoritas sama sekali tidak merasa dikalahkan dan sepakat untuk melakukan kerja sama dengan kelompok mayoritas.

5. Kompromi, yaitu jalan tengah yang dicapai oleh pihak-pihak yang terlibat di dalam konflik.

6. Integrasi, yaitu mendiskusikan, menelaah, dan mempertimbangkan kembali pendapat-pendapat sampai diperoleh suatu keputusan yang memaksa semua pihak.

Parameter Tabel Statistik


Statistik

Parameter Tabel (Pt)
[F-statistics with other P-values]:  P=0.05 | P=0.01 | P=0.001

df

P = 0.05

P = 0.01

P = 0.001

1

3.84 6.64 10.83

2

5.99 9.21 13.82

3

7.82 11.35 16.27

4

9.49 13.28 18.47

5

11.07 15.09 20.52

6

12.59 16.81 22.46

7

14.07 18.48 24.32

8

15.51 20.09 26.13

9

16.92 21.67 27.88

10

18.31 23.21 29.59

11

19.68 24.73 31.26

12

21.03 26.22 32.91

13

22.36 27.69 34.53

14

23.69 29.14 36.12

15

25.00 30.58 37.70

16

26.30 32.00 39.25

17

27.59 33.41 40.79

18

28.87 34.81 42.31

19

30.14 36.19 43.82

20

31.41 37.57 45.32

21

32.67 38.93 46.80

22

33.92 40.29 48.27

23

35.17 41.64 49.73

24

36.42 42.98 51.18

25

37.65 44.31 52.62

26

38.89 45.64 54.05

27

40.11 46.96 55.48

28

41.34 48.28 56.89

29

42.56 49.59 58.30

30

43.77 50.89 59.70

31

44.99 52.19 61.10

32

46.19 53.49 62.49

33

47.40 54.78 63.87

34

48.60 56.06 65.25

35

49.80 57.34 66.62

36

51.00 58.62 67.99

37

52.19 59.89 69.35

38

53.38 61.16 70.71

39

54.57 62.43 72.06

40

55.76 63.69 73.41

41

56.94 64.95 74.75

42

58.12 66.21 76.09

43

59.30 67.46 77.42

44

60.48 68.71 78.75

45

61.66 69.96 80.08

46

62.83 71.20 81.40

47

64.00 72.44 82.72

48

65.17 73.68 84.03

49

66.34 74.92 85.35

50

67.51 76.15 86.66

51

68.67 77.39 87.97

52

69.83 78.62 89.27

53

70.99 79.84 90.57

54

72.15 81.07 91.88

55

73.31 82.29 93.17

56

74.47 83.52 94.47

57

75.62 84.73 95.75

58

76.78 85.95 97.03

59

77.93 87.17 98.34

60

79.08 88.38 99.62

61

80.23 89.59 100.88

62

81.38 90.80 102.15

63

82.53 92.01 103.46

64

83.68 93.22 104.72

65

84.82 94.42 105.97

66

85.97 95.63 107.26

67

87.11 96.83 108.54

68

88.25 98.03 109.79

69

89.39 99.23 111.06

70

90.53 100.42 112.31

71

91.67 101.62 113.56

72

92.81 102.82 114.84

73

93.95 104.01 116.08

74

95.08 105.20 117.35

75

96.22 106.39 118.60

76

97.35 107.58 119.85

77

98.49 108.77 121.11

78

99.62 109.96 122.36

79

100.75 111.15 123.60

80

101.88 112.33 124.84

81

103.01 113.51 126.09

82

104.14 114.70 127.33

83

105.27 115.88 128.57

84

106.40 117.06 129.80

85

107.52 118.24 131.04

86

108.65 119.41 132.28

87

109.77 120.59 133.51

88

110.90 121.77 134.74

89

112.02 122.94 135.96

90

113.15 124.12 137.19

91

114.27 125.29 138.45

92

115.39 126.46 139.66

93

116.51 127.63 140.90

94

117.63 128.80 142.12

95

118.75 129.97 143.32

96

119.87 131.14 144.55

97

120.99 132.31 145.78

98

122.11 133.47 146.99

99

123.23 134.64 148.21

100

124.34 135.81 149.48

 

Criticizing World Politics (The Basic: International Relation)


Realisme memandang Politik Dunia dengan asumsi bahwa aktor utama hanyalah Negara, namun pada kenyataanya, Politik Dunia tidaklah sesederhana itu. Maka dari itu akan Politik Dunia akan ditinjau dari beberapa teori utama Hubungan Internasional. Setiap teori menekankan / memfokuskan hal-hal tersebut dengan gambarannya sendiri tentang Politik Dunia.

 

Perbandingan Tentang Gambaran Politik Dunia

Realisme

Dunia terdiri dari negara-bangsa yang berbentuk kesatuan dan berdaulat, yang beroperasi dalam lingkungan yang anarki (Competitive Self-Help Environment). Negara bertindak secara rasional demi kepentingan nasionalnya untuk mengoptimalkan kekuasaan (power) dan memastikan keberlangsungan negaranya (Survival). Kepentingan politik suatu negara (power), harus selalu dijadikan prioritas dalm berhubungan dengan negara lain. Dan jalan untuk mendapatkan kekuasaan hampir selalu ditentukan oleh kemampuan militernya. Hal ini dikarenakan Dunia Politik terdiri dari negara-negara yang bersaing demi kepentingan kekuasaan (Power Interest), maka merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindarkan lagi bahwa nantinya mereka akan saling berperang.

 

Idealisme

Daripada sebuah negara, seharusnya individulah yang menjadi pusat dari teori politik internasional.  Negara-negara pada hakekatnya, merupakan sebuah ‘kejahatan penting’ dan kehadiran dari sejumlah besar ketidak demokratisan, ketidak-terwakilan yang merupakan pemicu menuju perang itu sendiri.

Individu-individu tersebut rasional, mereka adalah ‘Utility Maximizers’ (memaksimalkan keinginan/kbutuhannya). Mereka ingin mendapatkan kepentinganya sebaik mungkin untuk diri mereka sendiri. Oleh karena itu, mereka memiliki dasar ‘Harmony of Interest’. Kepentingan tersebut termasuk hal-hal seperti kebebasan individu, HAM dan kesempatan untuk memperkaya dirinya (engage in wealth creation). Negara-negara yang memiliki aturan dengan prinsip-prinsip demokrasi dan perdagangan bebas akan memperkecil peluang perang untuk terjadi satu sama lain. Hal ini dikarenakan perang akan sangat bertentangan dengan ‘Harmony of Interests’ individu-individu tersebut.

 

English School

Para pengikut English School memandang bahwa negara adalah aktor penting dalam Politik Dunia dan beroperasi dalam situasi yang anarki, Namun mereka bisa berdampingan satu sama lain dalam konteks Society of states (Perhimpunan Negara-negara). Society of States inilah yang nantinya menghasilkan norma-norma dari perilaku internasional, hukum internasional dan hubungan-hubungan yang berujung pada terbentuknya International Orders.

Perbandingan ketiganya:

Realist melukiskan negara-negara sebagai pencari kekuasaan (Power Seekers) yang berjalan demi kepentingan nasionalnya. Dalam pandangan ini, lingkupnya relatif kecil untuk membahas moral dan etika. Negara-negara dengan mudahnya melakukan apa yang harus mereka lakukan untuk tetap bertahan (survive).

Berbanding terbalik dengan Idealis, yang memusatkan perhatian pada individu, memunculkan pertanyaan-pertanyaan normatif tentang bagaimana seharusnya Politik Dunia berkembang untuk memastikan bahwa perdamaian hubungan internasional lah yang akan berlaku.

English School mencoba untuk mengembangkan posisi diantara dua pendekatan tersebut yang menyoroti sifat berdaulat dari suatu negara dan tindakannya dalam suatu konteks, yang mereka sebut sebagai ‘International Society’.

 

Methodologies In International Relation

Ketiga teori tersebut merupakan pendekatan metodologi klasik (Classical Methodological Approach). Selang abad ke-20, banyak teoritikus HI yang tidak puas dengan tradisi klasik ini, mereka ingin mengembangkan teori-teori yang lebih tepat, yang bisa diuji dan diverifikasi seperti eksperiment ilmiah pada umumnya.

Perubahan bertahap untuk menjadi lebih ‘ilmiah’ atau metode positivist dalam Hubungan Internasional pertama kali terlihat dalam tulisan realist scholar seperti Morgenthau. E. H. Carr. Morgenthau menyatakan bahwa politik adalah ‘diatur oleh hukum yang obyektif yang berakar dari sifat manusia itu sendiri’ (Morgenthau 1985 [1984]: 4). Ini berarti politik intinya adalah sebuah ilmu pengetahuan, yang pada dasarnya, mendasari prinsip-prinsip perilaku politik dapat ditemukan dengan mengadopsi pendekatan yang lebih obyektif dan ilmiah untuk mempelajari fenomena sosial.

Selain itu ada Keneth Waltz yang dengan lebih jelas mengadopsi sebua pendekatan untuk menemukan teori-teori HI yang dikenal dengan Positivist Empiricism (mampu menetapkan melalui penerapan fakta-fakta bermakna tentang prinsip-rinsip ilmiah terkait dunia sosial yang berpegang kepada pengujian yang tepat).

Waltz adalah seorang Realist, namun dengan membawa prinsip-prinsip positivist terhadap subyek HI, di mengurai dan menyederhanakan kembali realisme, dan menghasilkan sesuatu yang kita sebut Neo-Realisme. Meski ia setuju dengan Morgenthau bahwa Objektifitas harus ada, dan pendekatan saintifik harus digunakan, sebagai Neo-realis, ia membantah pemikiran bahwa kita dapat menjadikan sifat manusia sebagai dasar pemahaman dalam Hubungan Internasional.

 

Critical Theory

Yang paling lazim dimiliki oleh semua teoritikus critical adalah bahwa mereka sam-sama memberi perhatian pada politik bebas, membawa perubahan fundamental bagi grup yang paling tidak diuntungkan dalam masyarakat dengan mengehilangkan struktur hirarki sosial. Dalam artikel tahun 1982, teoritikus Critical Theory, Robert Cox, menyatakan dua tipe teori, yakni: Teori yang memecahkan masalah (Problem solving theory) dan critical theory.

Critial theory memunculkan pertanyaan terkait konstruksi sosial dari ilmu pengetahuan. Ini adalah pemikiran dimana ‘pengetahuan mencerminkan sebuah proses dimana masyarakat mulai menerima klaim-klaim Ilmu pasti sebagai yang paling benar dari ilmu yang lain’. Tulisan terkenal Cox disebutkan bahwa ‘teori selalu diciptakan untuk seseorang untuk beberapa tujuan’(ox 1981: 128, Original Emphasise).

 

Post-Modernism

Post-Modernism atau yang dikenal juga dengan Post-Structuralism merupakan pendekatan yang didasarkan pada semua pertanyaan tentang klaim-klaim pengetahuan, dan memfokuskan perhatiannya pada keterkaitan antara power(kekuasaan) dan penciptaan pengetahuan (Knowledge creation). Pusat dari pendekatan Post-modernist merupakan penyerangan terhadap sesuatu yang kita sebut Metanarratives , yakni teori yang terikat pada fakta-fakta tentang ‘truth claim’ tentang dunia.

Feminism

Feminist International Relation muncul pada 1980-an dan terlibat dalam kritik tentang bagaimana pengetahuan Hubungan Internasional kita dibentuk dari pengalaman-pengalaman para pria, dan mengabaikan bagaimana wanita menjalani dunia politik itu. Cynthia Enloe beranggapan bahwa selama ini wanita seolah tidak ada dalam dunia politik, wanita sangat jarang mewakili dalam segala area yang secara tradisional berasosiasi dengan Hubungan Internasional: seperti Kepala negara, diplomat, pegawai  militer, pemimpin bisnis, pemimpin organisasi internasional dan sebagainya. Enlo mengatakan bahwa sebenarnya para wanita bukan absen dari dunia politik, melainkan dilupakan. Karena kita kerap megartikan Hubungan Internasional sebagai ‘High’ politic dari hubungan antar-negara saja, kita cenderung tidak menyadari bahwa kita telah memandang rendah peran perempuan yang bertindak sebagai istri para agen diplomat, pekerja di MNC maupun pekerja perkebunan.

NB:

Tulisan Ini sepenuhnya dikutip dan diterjemahkan oleh penulis, dari bab 6 Buku:
The Basic: International Relation/Peter Sutch and Junita Elias (2007)

Realisme Klasik (Classical Realism)


Thucydides

Tokoh-tokoh utamanya, Thucydides dengan The History of Pelopnnesian War (430-406 BC), Machiavelli dengan The Prince nya (1532), Hans J. Morgenthau dengan Politics Among Nation nya (1948). Menurut Realisme Klasik, hasrat untuk mendapatkan kekuasaan lebih besar berasal dari sifat manusia itu sendiri, negara secara berkesinambungan digunakan sebagai alat untuk memperjuangkan kapabilitasnya.[1] Manusia adalah makhluk yang tidak pernah puas. Ketika satu kebutuhan terpenuhi, ia masih ingin mendapatkan nya secara maksimal. Maka, sekalipun ia sukses akan target nya, sesungguhnya masih banyak terget-target yang lebih tinggi menanti.

Tuchydides dalam bukunya History Of Pelopnnesian War, adalah pencetus pertama Realisme klasik ini. Dia memilih perang di antara negara-kota (city-state) Atena dan Sparta sebagai analisis kasusnya. Ia menjelaskan penyebab mendasar terjadinya perang antara Sparta dan Atena dalam suatu istilah: Penyebab mengapa perang tersebut tidak dapat dihindari adalah perkembangan Power Atena dan ketakutan di Sparta. Lalu Sparta mulai memperkuat penempatan militernya dalam menanggapi kekuatan Athena.

Sementara Nicollo Machiavelli, ia dianggap sebagai Teoritikus Politik Moderen, dalam pola realisme tradisional. Dia yang menjelaskan bahwa politik adalah bagai mana yang sebenarnya, bukan bagaimana ia seharusnya (berbanding terbalik dengan Idealisme). Machiavelli menyumbangkan dua asumsi nya terhadap Realisme. Pertama, dalam pandangannya Manusia adalah ‘jahat’, yang menjadi salah satu  prinsip utama dari Realisme Klasik. Dalam The Prince, Machiavelli menulis bahwa “jurang antara bagaimana seseorang seharusnya menjalani hidup dan bagaimana sesungguhnya ia menjalaninya sangat lebar sehingga, seorang yang mengabaikan apa yang sudah dilakukan untuk apa yang seharusnya dillakukan mempelajari cara untuk menghancurkan dirinya sendiri daripada memperbaiki diri.

Yang Kedua, asumsi pesimistik akan sifat manusia ini membawa Machiavelli menegaskan pentingnya kekuatan militer dan keamanan nasional. Ketahanan dari suatu negara adalah tujuan paling penting dari politik. Morgenthau, seperti Machiavelli menghindari ketidakamanan(unsecurity), penyerangan, dan perang mengulangi motif-motif Politik Internasional dan motif-motif itu pada akhirnya berasal dari sifat manusia itu sendiri. Morgenthau seperti pendahulunya menyadari bahwa pada tingkat mendasar, pertikaian dikendalikan bukan oleh perbedaan-perbedaan politik dan ideologi, melainkan keinginan manusia itu untuk mengendalikan manusia lain.

Ungkapan “Realisme Klasik” berasal dari seniman Minneapolis, Richard Lack. Lack belajar dengan Sarjana Boston, R. H Ives Gammell (1893-1981) pada awal 1950-an. Pada tahun 1967, Lack mendirikan “Atelier Lack”,sebuah sekolah studio seni pola rupa. Pada tahun 1980 ia telah melatih kelompok pelukis muda dengan signifikan. Pada tahun 1982, mereka mengorganisir sebuah pameran keliling dari pekerjaan mereka dan seniman lain dalam tradisi artistik diwakili oleh Gammell, Lack dan siswa mereka. Lack diminta oleh Vern Swanson, direktur (tempat pameran berasal) Springville Museum, Springville, Utah, untuk menciptakan istilah yang akan membedakan realisme ahli waris tradisi Boston dari seniman representasional lainnya. Meskipun ia enggan untuk melabeli karya ini, Lack memilih istilah “Realisme Klasik.” Itu pertama kali digunakan dalam pameran yang berjudul: Realisme Klasik: The Other Twentieth Century.

“Dasar Normatif realisme adalah keamanan nasional dan kelangsungan hidup negara: ini merupakan nilai-nilai yang menggerakkan doktrin kaum realis dan kebijakan luar negeri kaum realis. Negara dipandang esensial bagi kehidupan warganegaranya: tanpa negara yang menjamin alat-alat dan kondisi-kondisi keamanan dan yang memajukan kesejahteraan, kehidupan manusia dibatasi menjadi seperti, seperti yang tersurat dalam pernyataan Thomas Hobbes yang terkenal,‘ terpencil, miskin, dan sangat tidak menyenangkan, tidak berperikemanusiaan, dan singkat. Dengan demikian negara dipandang sebagai pelindung wilayahnya, penduduknya dan cara hidupnya yang khas dan berharga. Kepentingan nasional adalah wasit terakhir dalam menentukan kebijakan luar negeri. Masyarakat dan moralitas manusia dibatasi pada negara dan tidak meluas pada hubungan internasional, yang merupakan arena politik dari kekacauan besar, perselisihan, konflik antara negara-negara di mana negara-negara berkekuatan besar mendominasi pihak-pihak lain”.[2]

Perspektif Realisme berakar dari asumsi dasar tentang pesimisme dan skeptisisme terhadap sifat dasar manusia. Pesimisme dan skeptisisme tersebut terutama tentang peluang yang sangat kecil dalam kemajuan politik internasional dan politik domestik, yang kemudian dapat disebut sebagai asumsi kedua. Asumsi dasar ketiga adalah bahwa dunia ini sebenarnya terdiri atas negara-negara berdaulat yang saling terlibat konflik anarkis. Perang lah yang kemudian menjadi penyelesaian dari konflik tersebut. Asumsi keempat adalah menjunjung tinggi keamanan nasional dan kelangsungan hidup negara (Jackson & Sorensen 1999:88).[3]

Sedangkan Gilpin (1986:305) mengemukakan bahwa terdapat dua penekanan utama pada perspektif Realis. Pertama, adanya pemaksaan politis yang didasari oleh egoisme manusia. Kedua, yaitu tidak adanya pemerintahan internasional yang menyebabkan anarki, sehingga kemudian membutuhkan keunggulan power dan keamanan. Dalam konteks ini, kaum realis menggunakan keamanan nasional dan kelangsungan hidup negara sebagai dasar normatif penyebaran doktrin dan pengambilan kebijakan luar negerinya. Bagi kaum realis, negara (state) adalah aktor utama dalam hubungan internasional, sekaligus menekankan pada hubungan antarnegara (interstate relations). Negara dalam konteks ini diasumsikan sebagai entitas yang bersifat tunggal (unitary) dan rasional. Maksudnya adalah bahwa dalam tataran negara, perbedaan pandangan politis telah diselesaikan hingga menghasilkan satu suara, sedangkan negara dianggap rasional karena mampu mengkalkulasikan bagaimana cara mencapai kepentingan agar mendapat hasil yang maksimal ( Viotti & Kauppi 1998:55).[4]

 

 

 

[1]Dr. Arry Bainus, Dkk.2011. Introduction to International RelationI : Realism. Bandung

[2] Refrizon Simaboera. 2007.  Realisme Klasik Dan Neoklasik. Astarizon.Org

[3] Realisme dan Neorealisme: Perspektif Klasik Dalam HI. Diakses Dari. http://ranilukita.wordpress.com/2009/03/30/realisme-dan-neorealisme-perspektif-klasik-dalam-hi/. Pada tanggal 4 April 11, pukul 19:21 Wib

[4] Realisme dan Neorealisme: Perspektif Klasik Dalam HI. Diakses Dari. http://ranilukita.wordpress.com/2009/03/30/realisme-dan-neorealisme-perspektif-klasik-dalam-hi/. Pada tanggal 4 April 11, pukul 19:21 Wib

Tokoh Politik, ekonomi, Filsuf – Karya Literatur (Buku), Konsepnya dan Spektrum Politik Kiri-Kanan


 

 

NAMA BUKU CONCEPT KETERANGAN*
 
PLATO THE REPUBLIC PHILOSOPHER KING
Adolf Hitler Mein kampf Mad men in authority Facism
ARISTOTELES THE POLITICS IDEAL CONSTITUTION

ZOON POLITICON

MAP – TOD

(Monarchy-Aristocracy-Politea) – (Tirany-Oligarchy-Democracy)

KARL MARX Capital

Communist manifesto

Komunisme *)

 

marxisme  *)

Father of twentieth-century communism

*)Marxism : belief in historical materialism, dialectical change and the use of class analysis.

*)komunism : prinsip kepemilikan kekayaan, komusism sering disamakan dengan prinsip2 marxist

ADAM SMITH THE WEALTH OF NATION FREE MARKET *)

Invisible Hands **)

*) Free Market : bebas campur tangan pemerintah

**) Menjelaskan cara kerja ekonomi dalam pasar

FRIEDRICH VON HAYEK CONSTITUTION OF LIBERTY

Law legislation and liberty

1. Individualism

2. Market order

3. Implacable critic of socialism

 

NICCOLO MACHIAVELLI

 

THE PRINCE

 

Alasan dan Tujuan negara

 

The prince ditulis untuk pangeran masa depan di itali

 

JOHN RAWLS

 

A Theory Of Justice

 

JUSTICE AS FAIRNESS

Belief that social inequality can be justified only if it is of benefit to the leasts advantaged
 

THOMAS PAINE

Common Sense (1776)

Rights Of Man (1791)

The Age Of Reason (1794)

 

Political DEMOCRACY

Radikalisme nya menyatukan komitmen untuk kebebasan berpolitik dengan keyakinan mendalam pada kedaulatan
 

 

Jurgen Habermas

 

Theory and Practice (1974)

Towards a rational society

Theory of Communicative Competence (1984, 1988)

 

Nature Of Rationality

 

Dynamics of Advanced Capitalism

Habermas’ work ranges over epistemology, the dynamic of advanced capitalism, the nature of rationallity, and the relationship between social science and philosophy
 

John Maynard Keynes

Economic Consequences of the peace (1919),

General theory of employment, interest and money (1936)

 

 

MACROECONOMICS

Establishing the dicipline now known as macroeconomic.

*)Multipler Effect :mekanisme yang merubah jumlah permintaan dan meningkatkan pendapatan nasional

Herbert Marcuse Reason and revolution (1941)

Eros and civilization(1985)

One dimensional men…

 

Neo-marxism

THOMAS AQUINAS SUMMA THEOLOGICA SCHOLATISM
 

 

John Stuart Mill

Liberty (1859)

Consideration on representatine government

Subjection of women(1869)

 

Neo-liberalism

 

Divide between classical and modern liberalism (Lihat hal.48, “Politics” Andrew Heywood, Edisi ketiga)

 

 

MAX WEBER

 

Protestan ethic and the spirit of capitalism (1902)

Economy and society(1922)

Sociology of religion (1920)

 

3 kinds of authority:

-Traditional authority

-Charismatic authority

-Legal-rational authority

 

Thomas Hobbes

LEVIATHAN

Leviathan

Social contract.

 

JEREMY BENTHAM

 

Principles of moral and legislation(1789)

Fragments on government(1776)

 

Utilitarian

Natural rights: god given rights that are fundamental to human being and therefore inalienable

 

Keith Boulding

 

Three Faces of powers

 

Membedakan bentuk2 kekuasaan

1.use of force/intimidation

2.productive exchange involving mutual gain/the deal

3.creation of obligation,loyalty and commitment(the kiss)

 

Andrew Heywood

 

Politics (third edition)

 

Faces Of Power

-Power  as decision making

-Power as agenda setting

-Power as thought control

 

John Locke

-A letter concerning toleration(1689)

-Two treaties of government(1690)

 

liberalism

Locke was a key thinker in the development of early liberalism

 

 

Mary Wollstonecraft

 

A vindication of the rights of women

 

feminism

Stressed the equalmrights of women, especially the right of education, on the basis of ‘personhood’
 

 

Jean Jaques ROUSSEAU

(JJ. ROUSSEAU)

 

The Social contract.*

Emile.**

Confessions.***

 

General will

*)advocates a radical form of democracy that has influenced liberals, socialist,anarchist and some world argue, fascist thought.

**)rousseau political teaching summarized

***)examines his life with remarkable candour and demonstrates a willingness to expose his faults and weakness

 

 

 

Political Spectrum

 

LEFT (Spektrum Kiri)………………………………….  RIGHT (Spektrum Kanan)

 

Liberty

Authority

Equality

Hierarchy

Fraternity

Order

Rights

Duties

Progress

Tradition

Reform

Reaction

internationalism

Nationalism

 

 

 

 


Grand Theory dan Middle-Range Theory


Grand Theory

Grand theory adalah setiap teori yang dicoba dari penjelasan keseluruhan dari kehidupan sosial, sejarah, atau pengalaman manusia. Pada dasarnya berlawanan dengan empirisme, positivisme atau pandangan bahwa pengertian hanya mungkin dilakukan dengan mempelajari fakta-fakta, masyarakat dan fenomena. Bersumber dari: Quentin Skinner, ed., The Return of Grand Theory in the Human Sciences (Cambridge, 1985)

Grand theory, istilah yang diciptakan oleh C. Wright Mills dalam ‘The sociological imagination (1959)’ yang berkenaan dengan bentuk abstrak tertinggi suatu peneorian yang tersusunan atas konsep-konsep yang diprioritaskan atas dapat mengerti dunia sosial.

Grand Theory  menekankan pada konsep keseimbangan, pengambilan keputusan, sistem dan bentuk komunikasi sebagai sarana dasar perangkat pengatur (central organizing devices) untuk mengkaji hubungan internasional.

Peletak dasar utama grand theory dalam politik internasional , adalah Hans. J. Morgenthau melalui buku klasiknya “Politics Among Nations”(1948). Morgenthau menunjukan dan membuktikan bahwa berbagai data politik internasional bisa dipadukan dalam model power politics.sumbangan pemikirannya bagi studi hubungan internasional menunjukan bahwa:

  1. Bidang studi hubungan internasional harus mencoba menyusun generalisasi, dan tidak terpaku pada peristiwa yang unik.
  2. Hubungan internasional pada hakekatnya menunjukan pola perilaku yang selalu berulang .
  3. Pokok bahasan (core subjects) dikaji untuk menelusuri sumber perilaku negara dalam mendapatkan power serta menetapkan pola hubungan tertentu seperti pertimbangan kekuatan.

Dari referensi yang tersedia, menurut hemat saya, Grand theory adalah teori keseluruhan atau yang  secara garis besar berusaha menjelaskan suatu permasalahan atau kasus.

 

Middle-Range Theory

Middle-range theory dikemukakan oleh sosiolog amerika Robert Merton dalam ‘Social theory and social Structure’ (1957) untuk menghubungkan pemisah diantara hipotesis-hipotesis terbatas dari studi empirisme dan teori-teori besar yang abstrak yang diciptakan Talcott Parson. Dia menjelaskan middle-range theory sebagai teori yang berbohong diantara minor-minor tapi diperlukan hipotesis yang berkembang dalam keadaan yang berlimpah dalam penelitian selama berhari-hari hingga diperlukan usaha-usaha sistematis untuk mengembangkan teori gabungan yang akan menjelaskan seluruh penelitian yang seragam dari perilaku sosial, organisasi dan perubahan sosial. Banyak konsep tang dikembangkan dari mid-range theories telah menjadi bagian dari kosakata dasar sosiologi : retreatisme, ritualisme, manifest dan latent functions, opportunity structure, paradigma, reference group, role-sets, self-fulfilling propechy dan unintended concequence. Pemikira middle-range theory secara langsung maupun tidak langsung memengaruhi pandangan  sosiolog atas pekerjaan mereka.

Teori ini dipergunakan sebagai hipotesis yang patut diuji, bukan  sebagai perangkat pengatur studi hubungan internasional. Objek yang ditelusuri jauh diluar bidang perhatian kelompok tradisional, perhatian lebih jauh ditujukan pada hukum internasional, organisasi internasional, serta peristiwa yang sedang berlangsung.

Mid-range theory disepakati sebagai suatu bidang yang relatif luas dari suatu fenomena, tapi tidak membahas keseluruhan fenomena dan sangat memperhatikan kedisiplinan (Chinn and Kramer, 1995, p 216).

Beberapa mid-range theories didasari oleh grand theories. Hal ini ditegaskan pernyataan Smith (1994), bahwa fungsi utama grand theories adalah sebagai sumber utama yang selanjutnya akan dikembangkan oleh middle-range theories

Menurut saya sendiri, Middle-range theory itu sendiri adalah pembahasan yang lebih fokus dan mendetail atas suatu grand theory.

Beberapa dari peneliti teori ini membuktikan bahwa maksud utama analisis ilmiah tidak hanya menjelaskan masalah, tetapi mampu memprediksi atau meramalkan sesuatu. Mereka menyatakan bahwa ramalan yang dapat dipercaya bisa dibuat jika nariabel utama yang memperngaruhi perilaku politik telah diidentifikasikan dan hubungan antara variabel lain telah ditetapkan. Dengan kata lain mereka meramalkan sekelompok kejadian berdasarkan variabel yang telah diidentifikasi dan ditetapkan; mereka tidak akan melakukan ramalan jika hanya ditopang oleh satu kejadian khusus.

 

 

 

Sumber-sumber:

Hukum Penawaran


Ø PENAWARAN

 Penawaran (supply) adalah jumlah barang/jasa yang tersedia dan dapat dijual oleh para penjual pada tingkat harga tertentu dan waktu tertentu .

Berdasarkan referensi dari N. Gregory Mankiw dan beberapa referensi lain,Faktor-faktor  terpenting dalam penentuan penawaran antara lain :

– Harga barang itu sendiri.

– Harga barang-barang lain yang berkaitan erat dengan barang tersebut.

– Biaya produksi.

– Tujuan-tujuan operasi perusahaan tersebut.

– Tingkat teknologi yang digunakan.

Dalam analisis mengenai penawaran akan dilakukan analisis satu

per satu faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran. Dengan memisalkan faktor-faktor lain dianggap tetap (ceteris paribus), maka analisis yang utama adalah

“penawaran suatu barang terutama dipengaruhi oleh harga (ada hubungan tingkat

harga dengan jumlah barang yang ditawarkan penjual)”.[1]

Penawaran didefinisikan sebagai kuantitas barang yang ditawarkan di pasar

pada berbagai tingkat harga. Hukum penawaran menyatakan :

bila harga sesuatu

barang meningkat, maka produsen akan berusaha meningkatkan jumlah barang yang

dijualnya. Sebaliknya, jika harga turun, produsen cenderung akan mengurangi

jumlah barang yang dijual.

Faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran, diantaranya:

Biaya produksi
Harga bahan baku yang mahal akan mengakibatkan tingginya biaya produksi dan menyebabkan produsen menawarkan barang dalam jumlah terbatas untuk menghindari kerugian karena takut tidak laku.

Teknologi
adanya kemajuan teknologi akan menyebabkan pengurangan terhadap biaya produksi dan produsen dapat menawarkan barang dalam jumlah yang lebih besar lagi.Harga barang pelengkap dan pengganti. Apabila harga barang pengganti mengalami kenaikan maka produsen akan memproduksi lebih banyak lagi karena berasumsi konsumen akan beralih ke barang pengganti karena harganya lebih murah.

Pajak (tax)
semakin tinggi tarif pajak yang dikenakan akan berakibat naiknya harga barang dan jasa yang akan membawa dampak pada rendahnya permintaan konsumen dan berkurangnya jumlah barang yang ditawarkan.

Perkiraan harga barang di masa datang (Ekspektasi)
Apabila kondisi pendapatan masyarakat meningkat, biaya produksi berkurang dan tingkat harga barang dan jasa naik, maka produsen akan menambah jumlah barang dan jasa yang ditawarkan. Tetapi bila pendapatan masyarakat tetap, biaya produksi mengalami peningkatan, harga barang dan jasa naik, maka produsen cenderung mengurangi jumlah barang dan jasa yang ditawarkan atau beralih pada usaha lain.

 

Tujuan dari perusahaan
Bila perusahaan berorientasi untuk dapat menguasai pasar, maka dia harus mampu menekan harga terhadap barang dan jasa yang ditawarkan sehingga keuntungan yang diperoleh kecil. Bila orientasinya pada keuntungan maksimal maka perusahaan menetapkan harga yang tinggi terhadap barang dan jasa yang ditawarkannya.

 

TEORI PENAWARAN

Permintaan hanya akan terpengaruhi bila para penjual dapat menyediakan

barang-barang yang diperlukan. Hal ini akan mempengaruhi tingkah laku penjual

dalam menyediakan atau menawarkan barang-barang yang diperlukan masyarakat di

pasar serta menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dan penawaran

barang yang akan dijual.

 

PENGARUH FAKTOR BUKAN HARGA TERHADAP PENAWARAN

Dalam kenyataan banyaknya penawaran terhadap sesuatu barang juga

ditentukan oleh banyak faktor lain. Oleh sebab itu dalam melakukan analisis

mengenai teori penawaran, juga perlu melakukan analisis bagaimana faktor penting

lainnya dapat mempengaruhi penawaran, antara lain :

Harga Barang Lain

Apabila terjadi kenaikan harga pada barang lain, konsumen akan membeli barang

yang mempunyai fungsi yang sama dengan harga yang terjangkau, kenaikan

permintaan ini akan mendorong produsen untuk menaikan produksi dan

penawarannya.

– Biaya untuk Memperoleh Faktor Produksi

Kenaikan pengeluaran faktor produksi (biaya produksi) akan berakibat

mengurangi keuntungan suatu perusahaan, sehinga mereka akan melakukan

efisiensi atau pindah ke usaha lain. Tindakan ini dapat mengurangi penawaran

dalam suatu kegiatan ekonomi tertentu.

– Tujuan-Tujuan Perusahaan

Tujuan-tujuan yang berbeda dari setiap perusahaan untuk memaksimumkan

keuntungan, menimbulkan efek yang berbeda terhadap tingkat produksi. Dengan

demikian penawaran sesuatu barang akan berbeda sifatnya bila terjadi perubahan

dalam tujuan yag ingin dicapai perusahaan.

Tingkat Teknologi

Kenaikan produksi dan perkembangan ekonomi yang sangat pesat dapat

disebabkan oleh penggunaan teknologi yang semakin modern. Penggunaan

teknologi dapat mengurangi biaya produksi, mempertinggi produktifitas,

mempertinggi mutu barang dan menciptakan barang-barang yang baru, sehingga

menimbulkan efek : produksi dapat ditambah dengan cepat dan biaya semakin

murah. Jadi kemajuan teknologi dapat menimbulkan kenaikan penawaran.

Diantara harga dan kuantitas yang ditawarkan terdapat hubugan yang disebut Hukum Penawaran (Law Of Supply) . Oleh karena itu, untuk dapat lebih memahami Hukum Penawaran, kita juga perlu menganalisis hubungan antara HARGA DAN PENAWARAN

Dalam hukum penawaran dijelaskan bahwa suatu pernyataan yang

menjelaskan tentang sifat hubungan antara harga suatu barang dan jumlah barang

tersebut yang ditawarkan para penjual.

Jadi hukum penawaran pada hakekatnya adalah hipotesis yang menyatakan

“makin tinggi harga suatu barang, maka semakin banyak jumlah barang tersebut

akan ditawarkan oleh para penjual dan sebaliknya makin rendah harga suatu barang,

maka semakin sedikit jumlah barang tersebut yang ditawarkan.

 

Ø HUKUM PENAWARAN.

Hukum penawaran berbunyi :

”Bila tingkat harga suatu barang mengalami kenaikan , maka kuantitas barang yang ditawarkan akan naik pula , dan bila tingkat harga suatu barang turun maka jumlah barang yang ditawarkan akan turun .[2]

Dalam hukum penawaran jumlah barang yang ditawarkan akan berbanding lurus dengan tingkat harga, di hukum penawaran hanya menunjukkan hubungan searah antara jumlah barang yang ditawarkan dengan tingkat harga.

Sementara dalam defenisi yang lebih sederhana, Gregory Mankiw Dalam bukunya, Pengantar Ekonomi : Edisi kedua, menjelaskan bahwa Hukum Penawaran Berbunyi : “Dengan menganggap hal lainnya tetap, ketika harga barang meningkat, maka kuantitas barang yang ditawarkan akan meningkat”.[3]

Dari bandung diberitakan oleh Harian Kompas pada 12 November 2010, bahwasanya para pedagang Arang menambah drastis stok dagangannya. Karena permintaan Arang biasanya naik 100 persen setiap menjelang Idul Adha kendati Harganya Juga meningkat. Lalu , dari Kalimantan Selatan dilaporkan bahwa Harga jual karet mentah saat ini Rp 14.000 per kilogram di tingkat pabrik, sedangkan harga beli pedagang di petani Rp 10.000—Rp 12.500 per Kg. Petani setempat tidak tahu persis penyebab membaiknya harga . Menurut salah seorang petani yang sekaligus tokoh masyarakat Desa Warukin Kecamatan Tanta , membaiknya harga karet sudah mulai terjadi sejak dua bulan lalu. Tanggap terhadap hal ini, para petani pun meningkatkan produksinya dengan menambah pohon-pohon karet baru guna memaksimalkan keuntungan yang di dapat.

Sementara dari Jakarta, harga beras melambung tinggi. Dalam sepekan harga beras melonjak Rp 400 per kilogramnya. Salah seorang pedagang menilai hal ini dinilai tidak wajar karena menurutnya untuk sampai naik Rp 400 harusnya butuh waktu dua pekan. Bahkan menurut pengakuan pedagang di Pasar Induk Cipinang, harga jual saat ini merupakan yang tertinggi dalam tiga tahun terakhir. Kendati demikian permintaan terhadap beras tetap meningkat menjelang Idul  Adha, apalagi beras merupakan bahan pokok masyarakat Indonesia. Hal ini juga mendorong para produsen untuk mengoptimalkan produksinya , agar keuntugan yang didapat juga meningkat drastis.

Jika diperhatikan, ketiga kasus di atas merupakan bentuk dari Hukum Penawaran. Yakni, tatkala harga meningkat,  kuantitas barang yang di tawarkan kian meningkat pula. Permintaan bahan pangan pokok terutama beras memang selalu meningkat pesssrmintaanya menjelang hari-hari besar seperti Idul Fitri, Idul Adha dan Bulan Ramadhan. Hal ini menyebabkan ‘shortage’, yaitu keadaan dimana kuantitas yang diminta lebih besar dari pada kuantitas yang ditawarkan

Contoh:

hubungan antara harga beras dan jumlahnya yang akan dijual oleh Ibu Nina, maka ia berencana sebagai berikut:

  • bila harga satu karung beras Rp. 450.000 maka ia akan menjual sebanyak 10 karung
  • bila harga satu karung beras Rp. 500.000 maka ia akan menjual sebanyak 15 karung
  • bila harga satu karung beras Rp. 600.000 maka ia akan menjual sebanyak 20 karung
  • bila harga satu karung beras Rp. 650.000 maka ia akan menjual sebanyak 25 karung

Kurva penawaran adalah kurva yang menunjukkan hubungan berbagai jumlah barang dan jasa yang ditawarkan oleh produsen pada berbagai tingkat harga. Kurva ini akan menghubungkan titik-titik koordinat pada sumbu harga (sumbu Y) dengan sumbu jumlah barang (sumbu X). Contoh: jumlah pakaian batik yang ditawarkan Ibu Nina pada berbagai tingkat harga.

Kurva penawaran bergerak dari kiri bawah ke kanan atas, artinya apabila harga beras naik maka jumlah  beras yang ditawarkan ikut mengalami kenaikan. Dari contoh di atas dapat dilihat, bila harga beras dari Rp.500.000 menjadi Rp. 650.000 maka terjadi penambahan penawaran sebanyak 10 yaitu dari 15 menjadi 25.

Bagaimana Harga Meningkat

Keinginan tanpa batas dan kelangkaan sumber daya ini menimbulkan kebutuhan

akan harga. Harga melambangkan nilai kelangkaan suatu barang, dan

biasanya menggunakan suatu media yang disebut uang.

Untuk dapat ikut serta dalam proses ekonomi untuk mendapatkan sebuah

Barang  / jasa, seseorang harus memiliki kemampuan dan kemauan

menggunakan uang yang dimiliki untuk memenuhi harga barang tersebut.

Oleh karenanya, harga meningkat menjelang langkanya suatu barang seperti BBM, dan bahan pangan menjelang Hari-hari besar tersebut. Jadi Harga sangat berperan dalam mengendalikan Permintaan.

Selanjutnya akan terjadi  konflik karena kelangkaan sumber daya, dan menimbulkan persaingan.

Kekuasaan, bila diterapkan dengan keras , bisa menyelesaikan konflik

Ekonomi , tetapi akan menimbulkan ketidaknyamanan bagi yang tidak

memiliki kekuasaan.

Dari masalah-masalah diatas akan menimbulkan berbagai masalah yang kita

rasakan sekarang seperti : pengangguran, kemiskinan, inflasi, distribusi, krisis

ekonomi , kriminalitas , dll .

“Meningkatnya harga juga disebabkan menigkatnya biaya Faktor Essensial Produksi,  yaitu: kemampuan usaha (enterpreneurial ability) , tenaga kerja  (labor) , modal (capital) , dan sumber daya alam (natural resources).

Dua yang pertama adalah human resources , dua yang terakhir adalah property resources.”[4]

Bagaimana kuantitas Barang Yang Ditawarkan Meningkat

Seperti yang kita ketahui sebelumnya , ada beberapa faktor yang menentukan kuantitas barang yang ditawarkan, yaitu : Harga , Harga Input, Teknologi , dan Ekspektasi.

Harga. Ini adalah salah satu faktor yang paling berperan dalam Hukum Penawaran.  Seperti yang dikatakan Mankiw dalam bukunya, ketika harga suatu barang tinggi, menjual barang tersebut akan sangat menguntungkan. Oleh karena itu , pada saat harga beras, arang dan karet mentah meningkat, penawaran dari pedagang juga meningkat untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar juga. Sebaliknya jika harga bahan-bahan tersebut rendah, keuntungan yang didapat akan semakin rendah pula.


[1] Teori Organisasi Umum, hal III-2.

[3] Mankiw N Gregory, 2003. Pengantar Ekonomi.(Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama).

[4] Jurnal, Pengantar Ilmu Ekonomi: Dasar-dasar Ilmu Ekonomi, hal 3.sss

Sebuah Peristiwa Yang Membuat Indonesia Disegani Oleh Dunia


Tanggal 28 maret 1981
Pesawat Garuda Indonesia dengan nomor penerbangan GA-206 “Woyla” tujuan Medan, Sumatra Utara berangkat dari Jakarta pada pukul 08.00 pagi dan melakukan transit di Palembang. Pesawat berjenis McDonnell Douglas DC-9 itu dijadwalkan tiba di medan pada pukul 10.55 waktu indonesia barat.

Beberapa saat setelah mengudara dari Palembang,2 orang penumpang secara tiba-tiba beranjak dari tempat duduknya,1 orang langsung bergegas menuju kokpit dan 1 lagi berdiri sambil mengeluarkan senjatanya dan mengacam para penumpang untuk tidak berbuat macam-macam. Sang pembajak yg berada di kokpit segera mengeluarkan senjatanya dan mengancam sang pilot untuk mengarahkan pesawat tsb menuju Kolombo,sri lanka. Tapi karena bahan bakar yg tidak mencukupi, maka sang pilot terpaksa mengarahkan pesawatnya ke Penang , Malaysia.

Setelah dilakukan penyelidikan para pembajak ini berasal dari kelompok yg menamakan dirinya Jihad Commando Group, sebuah Kelompok Islam garis keras yang bertanggung jawab atas aksi-aksi penyerbuan ke kantor polisi dan berbagai aksi sabotase di Indonesia antara tahun 1977 sampai 1981. Pada saat itu juga pemerintah Indonesia segera memberlakukan keadaan darurat, karena sebelumnya Indonesia belom pernah mengalami aksi pembajakan yg serius sejak kasus pada tahun 1974 saat seorang marinir yg sedang mengalami depresi membajak sebuah penerbangan domestik.

Sore itu juga dibentuklah Sebuah Grup dari Kopassus (namanya dulu Kopahasanda) dan disiapkan juga sebuah peswat DC-9 dari Garuda yang akan digunakan untuk latihan pembebasan sandera. Setelah Woyla meninggalkan Penang, pesawat tsb menuju bandara udara internasional Don Muang, Bangkok. Seorang sandera wanita diperbolehkan turun di malaysia. Para pembajak mengajukan tuntutan: 1. Pembebasan Pimpinan kelompok Komando Jihad yg dipenjara pemerintah, uang sebesar 1.5 Juta Dollar ,

AS dan sebuah pesawat untuk melarikan diri, mereka juga mengancam akan meledakan bom jika pemerintah tidak memenuhi tuntutan mereka.Keadaan menjadi semakin sulit untuk Komandan Pasukan komando kopassus, dia memperkirakan para pembajak ini akan menerbangkan woyla ke sebuah kota di daerah Timur tengah (Middle East), belum lagi baru saja ada telepon dari Dubes Amerika Serikat yg dan mengatakan bahwa ia mempercayakan keselamatan para penumpang Amerika serikat yg berada di dalam “Woyla” kepadanya. Keesokan pada tanggal 29 maret

1981 ,pukul 9 malam WIB, 35 anggota pasukan Komando Kopassus berangkat dari Jakarta menggunakan pesawat DC-10 Garuda dengan mengenakan pakaian warga sipil. Pada saat itu pemerintahan Thailand sebenarnya kurang setuju dengan pengiriman pasukan komando kopassus ini, karena mereka lebih memilih untuk melakukan negosiasi daripada pendekatan militer. Namun pada akhirnya pemerintah thailand mengijinkan operasi ini dijalankan karena desakan dari pemerintah indonesia dan berhubung semua teroris yang membajak pesawat tersebut juga berkewarganegaraan Indonesia. Sebelum operasi dilaksanakan pimpinan CIA di Thailand memberikan pinjaman Flak Jacket, Alat pendobrak serta beberapa Sub machine gun jenis MP-5.

31 Maret 1981
02.30: Pagi-pagi buta, ditengah kegelapan sekitar 500 meter dari dari woyla pasukan komando kopassus yg dibagi menjadi 3 grup (Biru,merah dan hijau) berjalan mengendap-endap menuju pesawat, tim biru dan merah akan menyerbu dari pintu darurat yg terletak di sayap pesawat dan tim hijau akan menyerbu dari pintu samping dalam saat yg bersamaan setelah kode “go” diberikan 02.43:

Pasukan komando Thailand bergerak mengamankan daerah sekitar landasan untuk mencegah kemungkinan adanya para pembajak melarikan diri 02.45: Kode “go” diberikan tim hijau menerobos dan masuk terlebih dahulu untuk memastikan apakah ada pembajak yg menjaga pintu akan dimasuki tim biru dan merah. Seorang pembajak kemudian melepaskan tembakan ke salah satu anggota pasukan komando kopassus dan mengenai bagian yg tidak dilindungi oleh kelvar, akhirnya teroris tersebut menembak dirinya sendiri. Anggota tim hijau yg lain segera menyerbu masuk dan melepaskan tembakan, saat itu jg secara bersamaan tim biru dan merah masuk menyerbu ke dalam pesawat,dengan cepat beberapa orang pembajak berhasil dilumpuhkan, kemudian pimpinan pasukan komando kopassus segera berteriak kepada para sandera untuk segera berlari keluar dari pesawat.

Keadaan berubah menjadi tegang ketika seorang pembajak berlari sambil membawa granat dan mencoba melemparkannya, hal ini berhasil dicegah oleh keberanian seorang penumpang yg segera menjatuhkan pembajak tersebut, saat itu juga seorang anggota pasukan kopassus segera menembak pembajak tersebut. Situasi segera dapat diambil alih oleh pasukan komando kopassus, seluruh pembajak tewas di tempat dan tidak satupun sandera yg tewas. 02.55: Seluruh area pesawat berhasil diamankan oleh pasukan komando kopassus , Ambulans dan paramedik berdatangan dan bergegas menolong pilot woyla yg secara tidak sengaja tertembak oleh salah satu pembajak saat penyerbuan (raid) dilaksanakan. Bandara udara internasional Don Muang menjadi ramai oleh para jurnalis dari wartawan yang kebayakan berasal dari Amerika serikat, Jepang, Australia, Jerman barat,

Perancis Singapura dan Indonesia yg ingin mengetahui apa yg sebenarnya terjadi di pesawat. Keesokan harinya Dunia terkejut dengan kemampuan pasukan komando Indonesia, Asian Wall street Journal dan Majalah-majalah serta surat kabar di eropa barat dan Amerika serikat memuji kehebatan dan ketenangan pasukan komando kopassus dalam melaksanakan tugasnya. Hari ini pasukan komando kopassus yg bernama Den 81 ini lebih dikenal dgn nama Sat 81 Gultor (Penanggulangan Terror)/ Grup 5 Kopassus, masih merupakan salah satu pasukan anti-terror yg paling disegani di kawasan asia tenggara.